Semar sebagai tokoh sekaligus simbol yang melekat erat pada locust-nya, masyarakat peradaban Jawa, memiliki banyak sekali cerita-cerita yang boleh jadi alurnya berbeda dan saling tidak berhubungan yang boleh jadi akibat dari dinamika di dalam rentang sejarah danbudaya Nusantara.
Keadaan itu menjadikan Semar sendiri tampak samar dan penuh misteri, sekaligus dirinya merupakan penegas keberadaan yang bersifat samar yang mustahil merupakan ketiadaan.
Tokoh Semar adalah salah satu prinsip di dalam budaya Jawa sebagai jalan mencapai hakikat kehidupan manusia serta alam semesta suatu keutuhan kehidupan.
Luasnya dimensi Tokoh Semar dan banyaknya kisah yang melekat pada dirinya, menuntut untuk mencapai pengetahuan yang paling tegas bagi manusia untuk memahami hakikat dirinya di dalam tuntukan ilmiah dan perkembangan peradaban.
Tokoh Semar yang secara umum telah disimpulkan sebelumnya sebagai simbol ketuhanan, simbol keselamatan dan simbol pembimbingan, kemudian menjadi pijakan awal mempertanyakan kembali tentang pengetahuan yang menjadi landasan bagi pembacaan tentang dirinya.
Bagaimana bisa menangkap konsep Tuhan (ketuhanan) bila Tuhan saja tidak dapat dipersepsi atau tidak dapat dilihat?
Apa yang menjadi landasan pengetahuan di dalam prinsip pembimbingan dan arah bimbingannya. Dua pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan mendasar di dalam tinjauan epistemologi sepanjang rentang perjalana hidup manusia.
Berangkat melalui landasan seputar epistemologis tersebut, paling tidak dapat dimunculkan pertanyaan yang fundamental, yaitu:
Jika Semar adalah diciptakan oleh manusia, landasan struktur apa yang menjadi bangunannya, dan apa tujuan penciptaannya?
Jika Semar pernah ada sebagaimana dirinya ada, atas dasar susunan apa dirinya mengklaim sebagai Semar dan Pamomong sehingga dirinya layak menjadi panutan dan pembimbing?
Bersambung..