Dunia masa lalu kita banyak diminati orang seberang untuk diteliti, tentang sistem pemerintahannya, hukum yang simpel, karya-karya seni, ilmu pertanian, dll.
Kita sedang melupakan semua itu, tergiur oleh kemonceran modernitas. Kita tak bisa sepenuhnya menolak modernitas sebagaimana kita juga tak bisa sepenuhnya meninggalkan masa lalu.
Kekayaan yang tak disadari dimiliki, harta karun tertutupi kabut tipis “kecurigaan”, keluhuran nilai yang dibajak oleh orang tak bertanggung jawab, materialisme berbungkus klenik. Ya! Semua itu kabur, dan baru disadari jika semuanya telah dimiliki orang lain. Kelingan lamun kelangan.
Menyan adalah kekayaan intelektual yang hari ini nyaris terlupakan, dilupakan. Leluhur kita sudah menanamkan sebuah “operating system” melalui tradisi, mitologi, floklor, klenik, tembang, dolanan, dll.
Seruwet apapun aplikasi modern yang ditanamkan ke dalam pikiran orang Jawa ia hanya akan merubah tampilan layar, dan sesekali melenakan sebab aplikasi dan game “dunia” memang begitu mudah menjerumuskan.
Kita butuh MENYAN untuk membuka kembali hakikat diri, diri yang terhubung dengan Tuhan Yang Esa.
Kemenyan dan barus adalah tanaman asli nusantara banyak ditemukan di Barus Sumatera Barat dan juga daerah lainnya.
Pohon Kemenyan dapat tumbuh di tanah yang tandus, tanah kapur bahkan di atas batu. Getahnya diambil dan dimanfaatkan untuk wewangian, aroma terapi, bumbu rokok, dll.
Dalam dunia pertanian, nenek moyang kita menggunakan menyan sebagai perangsang akar, batang, daun dan pembuahan.
Pada masa pertumbuhan tanaman, kemenyan dibakar dan wewangian dari asapnya diserap tanaman melalui stomata atau mulut daun, biasanya menyan dibakar pada waktu sehabis magrib atau isya saat stomata membuka.
Pesan yang kita tangkap adalah dalam keadaan sesulit apapun kita bisa tetap tumbuh berkembang secara mandiri bahkan bisa memberikan manfaat untuk banyak orang.
Menyan juga ditemukan di salah satu makam fir’aun di Mesir, berfungsi sebagai penghilang bau dan pengawet mayat. Artinya, pada jaman dahulu hasil “deresan” getah menyan sudah diekspor ke mancanegara.
Kenapa Supremasi Menyan?
Kita ingin meletakkan menyan sebagaimana mestinya, memanfaatkannya dalam dunia pertanian dan lainnya.
Dan MENYAN sebagai WEWANGIAN adalah simbol KEBAIKAN, MORALITAS, dan CINTA.
Kenapa bukan supremasi hukum? Apakah hukum masih dibutuhkan jika setiap diri kita selalu berbuat baik? Teguh menjaga moralitas? Dan selalu menebar cinta kasih?