Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tradisional berarti kecenderungan untuk melakukan sesuatu yang telah dilakukan oleh pendahulu dan memandang masa lampau sebagai otoritas dari segala bentuk yang mapan. Jadi, tradisional merupakan sesuatu yang irrasional, pandangan dunia yang tidak ilmiah, dan lawan dari segala bentuk kemodernan.
Sementara itu, tradisionalisme dalam Islam adalah penerimaan terhadap empat mazhab sunni sebagai pedoman yang shahih untuk mengenal Islam. Tradisionalisme biasanya mengakui bahwa tradisi-tradisi hukum ini bisa berubah dan mengalami definisi ulang. Lazimnya bisa bersikap toleran terhadap ekspresi-ekspresi budaya yang sifatnya lokal, mau menerima mistisme, dan memiliki pendekatan yang bertahap menuju Islamisasi yang lebih dalam.
Jadi, dapat digaris bawahi bahwa kaum Tradisionalis adalah orang atau kelompok yang menerima dan menjalankan pendekatan tradisionalisme. Yaitu mereka yang bersikap toleran terhadap budaya lokal, menerima mistisme, memiliki pendekatan yang bertahap menuju Islamisasi yang lebih dalam, serta menerima dan mengembangkan ajaran fiqih empat mazhab sunni. (Ricklefs, 2013:817)
Sejalan dengan uraian di atas, yang penulis maksud sebagai kaum Tradisionalis Islam di Indonesia adalah Nahdhatul ‘Ulama. Nahdhatul ‘Ulama adalah salah satu organisasi sosial keagamaan di Indonesia yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 M di Surabaya. Berdirinya Nahdhatul ‘Ulama diprakarsai oleh K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Tempat pengurus besar organisasi ini berkedudukan di ibu kota negara. Nahdhatul ‘Ulama berakidah Islam menurut paham Ahlussunnah wal Jama’ah dan menganut madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali). Tujuan didirikannya ialah untuk memperjuangkan berlakunya ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah dan menganut madzhab empat di tengah-tengah kehidupan di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berasaskan Pancasila. (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 2002:345)
Nah, untuk mengetahui pola pikir dan pola tindakan yang dimiliki oleh kaum Tradisionalis, maka terlebih dahulu harus mengidentifikasi ciri-ciri kaum Tradisionalis. Berikut ini adalah ciri-ciri dari kaum Tradisionalis, yaitu:
Bersifat eksklusif (tertutup), maksudnya kaum Tradisionalis tidak mau menerima pemikiran, pendapat, dan saran yang berasal dari luar terutama dalam bidang keagamaan.
Tidak dapat membedakan antara hal-hal yang bersifat ajaran dengan non ajaran, maksudnya kaum Tradisionalis Islam menganggap semua hal yang ada hubungannya dengan agama sebagai ajaran yang harus dipertahankan.
Berorientasi ke belakang, maksudnya kaum Tradisionalis Islam menilai bahwa berbagai keputusan hukum yang diambil oleh para ulama di masa lampau merupakan contoh ideal yang harus diikuti.
Cenderung tidak mempermasalahkan tradisi yang terdapat dalam Agama.
Cenderung bersifat pasrah, tunduk, dan patuh pada Tuhan diiringi dengan keyakinan bahwa segala sesuatu jika Tuhan mengizinkan akan terjadi. (https://tahdist.wordpress.com/2015/06/03/islam-tradisionalis-modernis-dan-fundamentalis, diakses 4 Februari 2018)
Menerima dan mengembangkan ajaran fiqih empat mazhab sunni.
Toleran terhadap ekspresi-ekspresi budaya yang sifatnya lokal.
Menerima mistisme.
Memiliki pendekatan yang bertahap menuju Islamisasi yang lebih dalam. (Ricklefs, 2013:817)
Oleh: Ilham Emqi
*Penulis Kelahiran Wonogiri ini sedang berproses di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, prodi BPI UIN Walisongo, suka ngopi, nglinthing, dan berdiskusi.