Menu

Mode Gelap
 

Nyastra WIB ·

Segitiga yang Berbeda


					Segitiga yang Berbeda Perbesar

Aku seorang gadis yang memiliki kisah cinta yang penuh dengan teka teki banyak ditanami bahagia pun ditaburi luka. Kadang begitu cinta, juga sering muncul benci. Kadang sangat rindu, pun lebih sering merasa cemburu.

Ini cerita cinta aku dengan dia seorang pemuda pemilik bulu mata lentik yang dimulai sejak dua tahun silam,seorang pemuda yang mampu meluluhkan bahkan sering memporahporandakan hatiku. Aku tak pernah menyesal pernah terluka olehnya juga pernah mencintai dia, bahkan sampai saat ini, saat dimana jarak selalu memisahkan ragaku dan raganya.

Bagiku mencintainya membuatku mengerti arti sebuah kesabaran untuk memahami setiap kesalahan, arti sebuah perasaan untuk menerima setiap kekurangan, arti sebuah penantian untuk setiap pertemuan, karna menurutku mencintai tak selalu harus membersamai, dan arti kata memaafkan untuk meloloskan dia dari perpisahan.

“Lanita, itu ada temenmu diruang tamu nak, temuin  dulu gih.” Suara bunda membuyarkan lamunanku. “Eehh eh iya bun, Lanita keluar bentar lagi.” Sambil beranjak keluar dari kamar. “Siapa bun yang dateng? Malem malem gini lagi” cerocosku sedikit kesal. “Itu si Aal, udah sana temuin ngga usah pasang wajah kesel gitu La, ngga baik loh.” Kata bunda dengan senyum manisnya.

“Hah Aal bun, kenapa ngga bilang dari tadi si hehe.” Sambil berlari keruang tamu dengan bahagia yang begitu tak terhingga. Bagaimana tidak, seorang yang begitu aku rindukan datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu.

“Ehh mas, udah lama? Maaf yaa Lanita abis dikamar hehe” kataku sambil membenarkan rambut ikalku yang berantakan. “Belum lama kok, sudah tidur La maaf yaa mas mengganggu hehe.” Jawab Aal dengan rasa agak bersalah. “Apaan, ngga kok tadi Lanita cuma tiduran doang belum tidur hehe. Silahkan duduk” sambil tersenyum malu. “Ehh nak Aal, ini minumnya maaf yaa lama” potong bunda. “Hehe ngga papa bu. Makasih ya tapi maaf jadi ngerepotin ini hehe” kata Aal malu-malu. “Ah ngga ngerepotin kok nak, silahkan diminum…”
“Eh iya, ada apa tumben malam-malam gini kesini tanpa ngabarin dulu lagi?” Potong aku tiba-tiba. “Biasa lah ada rindu yang ingin diobati.” Dengan seringai tawanya,membuatku tersipu malu.
“Aduh mas, ada-ada saja hehe.. Mas pulang kapan? Kok ngga ngabarin Lanita?” Tanyaku berusaha menyembunyikan rasa malu eh lebih tepatnya rasa bahagia. “Hehe, mas pulang semalam La tapi sengaja ngga ngabarin kamu. Maaf yaa?” Diselingi tawa renyahnya. “Ooh gitu ya ngga masalah, mas dirumah sampai kapan?” Tanyaku antusias. “Besok pagi mas sudah harus berangkat, ada mata kuliah yang ngga bisa ditinggal dihari berikutnya. Kesini juga mau sekalian pamitan” dengan tersenyum tipis. “Aaa gitu ya mas, ya sudah besok hati-hati dijalan jaga hati juga.” Aish seketika tanpa sengaja aku mengatakan itu, membuat rona wajah Aal berubah. “Iyaa, enggak usah lebay begitu, kita sudah lama LDRan kan jadi mas sudah bisa jaga hati tanpa kamu minta.”

Tanpa senyuman sedikit pun dia mengatakan hal yang tak biasa dia katakan. Aku hanya diam, mungkin aku yang salah karna terlalu posesif. “Eh sudah malam ya, mas mau pamit pulang dulu La. Bilang bunda kamu, maaf mas ngga pamit langsung soalnya buru buru juga ini.” Imbuhnya cepat tanpa menunggu jawaban dariku, dia langsung berjalan keluar dari rumah ku. Dan aku masih terpatung di kursi ruang tamu sambil menatap kosong punggung Aal yang semakin lama semakin menjauh. “Seperti ada yang aneh, ngga biasanya dia beda begitu. Kenapa dia?” Tanyaku dalam hati. “Ahh sudahlah, mungkin dia sedang lelah lagian memang dia begitu kadang manis bahkan sangat manis. Tapi juga sering membuat aku menangis” Kataku dalam hati mencoba menenangkan.
Malam semakin larut, namun rinduku tak kunjung surut. Padahal sudah bertemu sang pengobat rindu. Hatiku pun masih saja sendu, padahal sudah bertemu sang pemberi candu. Entahlah pertemuan kali ini sangat berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya, meskipun aku sudah paham betul dengan sikapnya yang mudah berubah-ubah, namun kali ini sangat berbeda.

“Mungkin
Aku bisa bercinta dengan kamu
Kendati kata-katamu selalu
Menusuk jantung
Melukaiku. . .
Mungkin
Ku mau memaafkanmu kembali
Demi cinta yang ada dihatiku
Meloloskanmu dari kata pisah. . .”

Sakit sekali mendengar lagu yang sengaja kuputar karena berada diplaylist favorit, bukan lebay tapi bagaimana pun lagu itu seperti kisah cintaku. Terkadang aku ingin mengakhiri kisah ini, kisah yang sangat ingin aku perjuangkan. Sungguh, sangat ingin ku perjuangkan. Terlalu banyak janji yang sudah kita janjikan yang tak mungkin rela aku hancurkan begitu saja. Entahlah semakin dewasa, aku semakin lelah untuk memperjuangkan, aku pikir ini hanyalah kesia-siaan belaka. Aku sadar, mungkin janjiku dan janjinya hanya untuk kepentingan kita masing-masing.

~keesokan harinya, diwaktu senja

Senja kali ini begitu aku nikmati, disalah satu taman pusat kota tercintaku terlepas dari hingar bingarnya yang begitu membosankan, sebenarnya. “Lanita…” suara itu mengagetkanku, membuyarkan nikmat yang sedang aku nikmati. Tanpa terpaksa, segera aku menyaut panggilan itu. “Eh eh iyyaa…” sekejab aku kaget melihat sang pemilik suara, lalu dengan spontan aku menunduk sebentar dan tersenyum. “Eh Rony, aku kira siapa sudah lama kamu dibelakangku?” Aku lempar pertanyaan tak mutu itu agar tidak terlihat gerogi. Bagaimana tidak, Azid adalah sahabatku saat putih abu abu dulu, tepatnya si sahabat tapi cinta.Pada awalnya, aku begitu mengaguminya hanya sekedar mengagumi tapi lambat laun kagumku berubah menjadi rasa yang banyak orang menyebutnya anugerah.

Tapi ya sudahlah, lama kelamaan aku berusaha melupakannya bahkan sebelum dia mengetahui perasaanku yang sebenarnya, melupakan Rony bukan sebab adanya Aal melainkan karna satu sebab yang sangat menyakitkan untukku, ahh ya sudahlah toh aku sudah punya Aal biar bagaimanapun dia masih jadi pacar aku.
“Sudah dari tadi lah, kamu dipanggil ngga nengok nengok si haha lagi ngapain? Kok sendirian La?” Katanya sambil duduk disebelahku. “Lagi nenangin diri ini makanya sendirian saja hehe.” Bodoh kenapa jawabanku begitu, sembari menepuk jidat lebarku, pelan. “Eh kamu pulang kapan Ron? Udah mulai libur atau gimana?” Langsung ku alihkan perhatiannya kepertanyaanku. “Iyaa La, kuliahku udah mulai libur. Lha bukannya pacarmu si Aal itu juga sudah libur kan, dia saja sudah pulang dari tiga hari sebelum aku pulang? Apa kamu belum ketemu dengannya?” Deg.

Aduh Roni kenapa malah bawa Aal si. Batinku. “Iyaa aku tau kok dia sudah pulang, tapi biasa lah Aal jarang mau jujur sama aku dia malah bilangnya ada urusan kuliah yang ngga bisa ditinggalkan. Entahlah akhir-akhir ini dia berubah sekali.” Lakok mengalir begitu saja tanpa disengaja. “Wah Aal masih suka begitu ya, padahal aku saja jarang banget ketemu dia dikampus La. Apa kamu masih percaya sama Aal?” Pertanyaan ini sangat mengejutkan.

“Kenapa? Maksudku tumben kamu nanya gini?” Tanpa pikir panjang aku balik nanya. “Ya kan kamu bilang tadi dia berubah, apa kamu masih percaya gitu kalau dia ngga main?”. Diam. Aku tertunduk dan tanpa menjawab.

Sejak pertemuan dan perbincanganku dengan Azid disenja itu, menjadikan hubungan kami dekat lagi, bisa dibilang sahabat rasa pacar. Dari pertemuan tanpa sengaja itu, dia lebih sering menghabiskan waktu liburnya denganku dalam kata lain kami sering jalan entah kemanapun dan tanpa direncanakan terlebih dahulu. “Lucu ya, dulu awal aku pacaran sama Aal, aku berusaha keras untuk melupakan segalanya, bahkan sepercik kenangan bersama kamu Roni. Tapi sekarang semua beda ya, aku lebih merasa nyaman saat dekat dengan kamu, aku lebih bahagia bersama kamu.”

Batinku sambil memandang foto kami, aku dan Roni, foto sederhana tidak begitu mesra tapi sangat membuat aku bahagia. “Biar saja kita begini, menjalani hubungan tanpa ikatan. Meskipun aku tau kamu sekarang masih sendiri tanpa diikat oleh siapapun, tapi kamu lebih tau aku masih jadi kekasih sahabatmu.” Entahlah kisah ini memang sangat membingungkan.

*Yunita Widyasari

Pelajar di IHS Fatanugraha Wonosobo

 

Artikel ini telah dibaca 5 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Perpisahan di tepi Penantian

29 Agustus 2020 - 20:57 WIB

Li Khomsatun, kidung pusoko limo

23 Maret 2020 - 02:08 WIB

Nasi Goreng Karetnya Dua

2 Januari 2020 - 00:13 WIB

Cinta Tak Akan Hilang

21 September 2019 - 22:51 WIB

Sesuatu Di Belakang Si Gembul

15 September 2019 - 03:59 WIB

Hanya Berkunjung

8 September 2019 - 22:10 WIB

Trending di Nyastra