Sangga Jagad
Telur merah bertusuk yang ditancapkan di atas debog atau batang pisang itu disebut tigan. Setiap bulan maulid, di upacara Sekaten, simbah-simbah sepuh dari pelosok Yogyakarta nglumpuk untuk menjualnya. Harganya setangkai cuma 5000,- (limaribu rupiah).
Kalau dihitung berapa keuntungan dari jualan begituan, jelas tidak terlalu beruntung. Cuma, para simbah-simbah sepuh itu, sengaja menjualnya hanya untuk mengalap berkah Kanjeng Nabi.
Setangkai telur yang bernama endog tigan itu disebut endog sangganing jagad atau telur penyangga tiga jagad raya (triloka); dunia atas, dunia tengah, dan dunia bawah.
Telur itu sendiri menyimbolkan bumi atau dunia tengah. Di atasnya, adalah simbol dunia atas atau langit. Sedangkan di bawah telur itu, yang merumbai-rumbai seperti bebungaan bercitra floral adalah simbol dunia bawah.
Endog tigan dikemas secara sedimikian rupa setiap bulan maulid di upacara sekaten hanya sekedar untuk mengungkapkan bahwa Kanjeng Nabi adalah penyangga jagad raya.
Saking “remeh”nya, ia menyerupai mainan anak-anak yang harganya tidak seberapa dibandingkan dengan mobil tamiya atau robot optimus prime. Tapi lihat apa yang dibicarakan oleh endog tigang itu: Kanjeng Nabi.
Untuk mengenal Kanjeng Nabi kita memang harus menjadi orang polos. Sepolos anak-anak itu. Kebenaran hanya datang di wadah tanpa isi.
Yaser Arafat*