Kitab Primbon sering dianggap kitab paling musyrik sedunia. Padahal, Kitab “Primbon” itu adalah kitab induk (babon) bermacam ilmu.
Ada sesepuh Jawa yang bilang “Primbon” itu dari kata “Priyatnaning Babon”, yang kira-kira bisa diartikan “Untaian Mutiara yang paling berharga, seperti halnya seorang Ibu”.
Ada juga yang mengartikannya sebagai “Per-Imbuan”. Imbu/Ambu artinya ibu. Maksudnya, kitab yang merupakan ibu segala hal. Tergantung setiap primbon membicarakan apa.
Ada primbon pengobatan, primbon tentang jodoh, rezeki, sastra/ilmu suluk, ilmu gaib, ilmu falak (petungan), dan sebagainya. Kalau Kitab Primbon itu membicarakan pasal petungan, maka ia merupakan kitab yang menjadi ibu-nya berbagai hitung-hitungan.
Kitab Primbon yang masyhur di Jawa sendiri terdiri dari 8 (delapan) seri. Setiap satu seri, terikat dengan kitab tujuh yang lainnya.
Jadi, tidak cukup hanya memahami Primbon dari satu seri/juz. Kitab Primbon yang delapan itu ditulis secara beramai-ramai oleh kumpulan para ulama di Jawa.
Maka, Kitab Primbon itu disebut; Betaljemur. Maksudnya, “Baitul Jumhur” atau kitab yang lahir dari rumah jumhur (sebagian besar) ulama. Setiap masa, ada Kitab Primbon nya sendiri-sendiri. Ini berhubungan dengan apakah di masa itu ada “pergantian” wali atau tidak.
Karena nanti, setiap wali akan menulis Kitab Primbon baru sebagai hasil rekamannya atas gerak-gerik zaman. Terutama gerak-gerik yang terjadi dalam ranah kehidupan orang biasa (Adam Makna).
Dari sana, Kitab Primbon diberi sub-judul: Betaljemur Adammakna, yaitu kitab yang ditulis oleh para ulama untuk kepentingan penyelesaian masalah-masalah orang biasa (adami).
Karena itu, di Jawa, orang yang “sudah tidak biasa”, dalam hal ini, orang yang sudah “ma’rifat”, gak perlu lagi pakai Kitab Primbon.
Meski begitu, sering terjadi, orang yang sudah ma’rifat pun, karena ketawadhuannya (kerendahhatiannya) tetap memakai Kitab Primbon.
Singkatnya, Kitab Primbon itu, kalo diucapkan pake bahasa arab, jadinya: Kitab al-Umm (ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻷﻡ ). Jadi kayak nama kitabnya Imam Syafi’i, kan?
M Yaser Arafat*