Menu

Mode Gelap
 

Nyastra WIB ·

Perpisahan di tepi Penantian


					Perpisahan di tepi Penantian Perbesar

“Pada awalnya aku kira semua yang menghilang tak selalu hilang, semua yang pergi pasti tau jalan kembali. Ternyata aku salah, beberapa orang menghilang karna alasan ada yang lebih bisa diajak berjuang, dan juga beberapa orang pergi karna alasan ada yang lebih indah untuk dicintai. Mereka tak pernah tau, ada banyak perjuangan yang berhenti ditengah jalan dan pada akhirnya hanya menimbulkan sebuah penyesalan saja~

Wonosobo, 31 Desember 2018.
Akhir tahun ini ditutup dengan rasa yang sungguh berbeda, pagi dan siangnya begitu cerah namun memasuki sore hari mendekati senja, hujan lebat tanpa permisi menghancurkan indahnya cerah 31 Desember tahun ini, dengan segala teman-temannya, ya petir ya angin dan lain sebagainya.

Sungguh membuat aku merasa bahwa begitu banyak kenangan indah yang dapat terbuang dengan begitu saja hanya karna awan hitam yang tetiba datang. Tahun ini mengajarkan banyak hal untukku, dari jarak yang terbentang jauh memisahkan membuatku mengerti betapa indahnya pertemuan, dari pertemuan yang menjadi begitu kunantikan waktunya.

Waktu yang berlalu sangat cepat dengan alurnya yang tak dapat kuduga, tak terduga seperti pertemuan dan perpisahan yang pasti akan terjadi, ya aku tau sudah seperti rumus kehidupan disetiap pertemuan pasti ada perpisahan, meskipun tak banyak orang yang sanggup dengan adanya perpisahan disetiap pertemuan, aku termasuk orang yang tak sanggup dengan adanya perpisahan.

Karena bagiku setiap pertemuan pasti memiliki cerita yang berbeda, dan aku tak suka dengan adanya pertemuan baru dengan orang baru yang harus memulai cerita dari awal, yang bahkan aku tau jalan ceritanya sudah pasti berbeda dengan jalan cerita dipertemuan lalu. Tapi ya begitulah hidup, siap tidak siap kita harus menghadapi yang namanya perpisahan.

Semakin sore hujan semakin lebat, menambah dinginnya kota ini. Aku masih duduk termenung sambil memandang rintik hujan yang membekas dikaca jendela kamar mungil milik temanku dengan menggenggam secangkir capuccino favoritku. Ya rencananya akhir tahun ini akan kita rayakan dan nikmati bersama teman satu kelas ditanah lapang dekat rumah teman kecilku ini sembari membuat kenangan sebelum kita berpisah beberapa bulan mendatang.

Sehingga aku memilih untuk menginap dirumahnya daripada harus pulang kemalaman. “Nita, kenapa kamu bengong?” suara Ania sang pemilik kamar mungil ini mengagetkanku.

“Eh jahat kamu, An. Suka banget si bikin anak orang kaget.” Balasku dengan melempar guling yang ada dipinggir ranjang Ania. “Abis aku lihat kamu bengong terus dari tadi haha.” Dengan tertawa tanpa rasa bersalah. “Heh siapa yang bengong juga, sok tau kamu hmm. Udah ah daripada kamu sok tau kepo juga, cek grup deh siapa tau ada kabar baru buat nanti malam.” Kataku mencoba mengalihkan perhatiannya.

“Yee ngalihin perhatian, udah deh Nit bilang aja sama aku sebenarnya kamu kenapa? Apa yang ada dipikiranmu sampe buat kamu bengong terus.” Tanya Ania semakin serius rupanya, dasar teman paling kepo tapi paling bisa mengerti aku.

“Nita, kita kenal udah berapa lama sih, sampe kamu enggak mau cerita kalau lagi ada masalah. Aku paham Nit, kalau kamu lagi ada masalah cerita aja kenapa coba kaya sama siapa aja si sampe main rahasia-rahasiaan gitu.” Katanya, dengan mendekat kesebelah tempat dudukku.

“Kamu benar An, aku sebenarnya sedang ada masalah. Masalah batin tepatnya. Tapi aku tau kamu juga sedang ada masalah dengan cintamu itu, makanya aku tak ingin menambah beban pikiranmu. Maaf untuk kali ini biar aku sendiri yang menyimpan luka ini, biar aku dulu yang menjadi sobat penguatmu aku tau lukamu lebih parah dariku. Maaf sekali lagi maaf untuk kali ini.” kataku dalam hati.

“Tuh kan bengong lagi, udah lah Nit cerita aja kenapa coba?” Ania kembali bersuara dengan nada sangat penasaran. “An, jujur ya yang dari tadi bikin aku bengong gini tuh bukan masalah besar kok. Aku Cuma belum siap untuk berpisah dengan kamu, dengan teman-teman kita satu sekolah apalagi satu kelas. Kita kan berjuang bareng 6 tahun jadi enggak mudah bagi aku untuk kehilangan semuanya, entah orangnya entah suasananya entah kenangannya.

Yah begitulah, kamu tau sendiri aku tipe orang yang enggak bisa dengan mudahnya menerima kehilangan, dengan waktu sebentar mampu beradaptasi dengan lingkungan baru dengan suasana baru apalagi dengan orang baru” aku mencoba menutupi apa yang sedang menjadi beban dipikiranku dengan berpura-pura takut akan perpisahan dengan teman-teman.

“Owalah gitu toh, aku juga sebenarnya belum siap akan perpisahan akan kehilangan semuanya yang sudah menemani dan menghiasi hidupku selama 6 tahun tapi dengan sekejabnya waktu memisahkan kita. Hmm ya sudahlah Nit, kamu tau dulu juga kita berjuang 6tahun di sekolah dasar dan seperti tidak ingin berpisah dengan mereka teman-teman SD kita ya persis dengan apa yang kita rasakan saat ini, tapi aku percaya semua mampu kita lewati biarlah semua berjalan dengan semestinya, berakhir dengan seharusnya.” Suara Ania mencoba menenangkan aku.

“Iya juga ya, sudahlah lama-lama aku jadi melow nih. Ngapain yuk biar enggak gabut.” Ajakku mengalihkan perhatiannya. “emm aku punya ide, keluar aja yuk nyari kuliner apa gitu.” Sambil menaik turunkan alisnya. “wah kamu dasar penjelajah kuliner, makanya tuh badan dan pipi makin melar haha” ledekku dengan ketawa agak keras. “Dih kamu ngledek mulu, awas aja nanti kena karma. Badan kamu yang langsing pipi kamu yang tirus itu bisa tiba-tiba melar.” Balasnya dengan nada becanda namun muka ditekuk pura-pura cemburut. “heh jangan gitu kamu, aku tuh udah melar tauk. Hmm ahh udah yuk keluar keburu malem malah nanti ketinggalan acaranya.” Ajakku sambil mencubit pipi bakpaonya hihi dan menarik tangannya untuk segera keluar kamar.

Pukul 20:00 WIB, kita berdua belas sudah berkumpul dilapangan dekat rumah Ania. Dingin begitu menyusup kepori-pori sampai kesumsum tulang, padahal aku sudah mengenakan jaket begitu tebalnya. “Gila! Dingin banget malam ini.” suara khas cowok milik Alex membuka perbincangan diantara kita malam ini. “Eh lo masih ngerasain dingin Lex, gue kira badan lo udah enggak bisa tembus dingin haha.” Luqas mulai bersuara dengan cekikikan khasnya.

“Guys, kita mau mulai acara malam ini dengan ngapain dulu nih. Biar dinginnya enggak terlalu berasa.” Aku ikut bersuara. “Hmm ngapain yaa, ngopi ngopi dulu yuk, Nit.” Ajak si Luqas. “Nah gue setuju nih, An dirumah lo ada air kan gue sama Luqas beli kopi keminimarket terus kamu sama Nita ngambil air, gimana pada setuju enggak nih?” usul Alex dibalas ancungan jempol kita semua.

“Udah gih sana, keburu malem. Jangan lupa beli cemilan juga, Lex. Haha” Fatna mulai ikut bersuara. “Nah bener, pakek uang kamu dulu ya Lex. Kalau ada juga beli gorengan sekalian buat anget-anget.” Sambung si Anis. “Duhh nih kalau kita enggak cepet-cepet pergi bakalan makin banyak yang minta aneh-aneh deh, Lex. Udahlah ayok langsung aja.” Kata Luqas sambil memutar balikkan motor satria miliknya. “Lo bener juga, Luq.” Sambil membonceng Luqas.

“heh tunggu, aku titip tisu dong. Nih uangnya, beliin tisu yang biasa itu kalian udah paham lahya satu aja, oke makasih.” Sambil mengulurkan uang 20000an Ania tersenyum sok memelas. “duh dasar ratu tisu lo ya,An.” Kata Luqas blak-blakan. “Yee biarin, siapa coba yang mau modal tisu kalau gue, huh udah deh sana kalau mau pergi!” dengan nada tinggi khasnya.

Tiba pukul 21:00.

Alex dan Luqas kembali dengan menenteng plastik berisi makanan juga keperluan kami untuk malam tahun baru ini. “Akhirnya, orderannya dateng juga. Makasih yang bang grab, totalnya berapa nih?” suara Elisa sebelum mereka meletakkan belanjaan kami. “Apaan si, nih totalnya siapa yang mau ganti? Haha” kata Alex sambil mengulurkan struk belanja.

“Cekcek segini doang Lex minta diganti? Perhitungan banget lo sama temen juga.” Icha dengan blakblakan dan suara tomboynya menyambar struk itu. ‘Apa-apaan, segitu ukuran cowo udah banyak tauk. Untung tadi gue bawa uang lebih, kalau enggak gimana coba?” Luqas ikut bersuara tak terima.

Ya beginilah suasana kelas kami setiap harinya, sering debat bahkan dengan persoalan sepele, sering melakukan hal-hal konyol untuk mengisi jamkos, dan masih banyak lagi yang tak mudah kulupakan, mungkin juga tak mudah mereka lupakan.

“Duh, kenapa si, enggak bisa ya sehari aja kita damai gitu haha enggak gini mulu. Mana aku liat struknya Cha, habis berapa si sampai kalian begitu.” Kata aku sembari melerai mereka, dan mengambil struk dari Icha. “Hmm banyak juga si, pantesan Alex sama Luqas sampai begitu ya haha. Ya udah aku aja ya yang ganti, daripada kalian sampai debat lagi haha.” Sambil membuka tas kecilku mengambil 2 uang seratusan yang ada disana. “Heh Nit, jangan kamu doang yang bayar dong. Kita patungan aja kan itu semua untuk kita.” Usul Ania. “udah enggak papa, An. Sekali-kali kan aku nraktir kalian semua hehe.” Tolakku, aku emang sudah berniat untuk mentraktir mereka malam ini, kataku dalam hati.

“Oh yasudah makasih ya Nit atas nama temen-temen.” Kata Rosyi sambil mendekat dan memeluk aku. “Iya Ros, sama-sama.”… “heh heh ayo kita mulai, kebetulan tadi kita udah beli bensin ya Lex, kita buat api unggun yuk. Buat menghangatkan diri, dingin banget soalnya.” Usul Luqas disela-sela pelukan aku dengan Rosyi. “Yash, aku setuju!” suara Natali menyetujui.

“Nah udah jadi, sebelum apinya semakin besar kita melingkar yuk, sambil berjalan dan menyanyi, gimana guys pada setuju enggak?” lagi lagi Luqas memberi usulan. “Setuju dong, aku tadi bawa gitar. Bentar aku ambil dulu.” Alex sambil berlalu untuk mengambil gitarnya.

Malam semakin larut, dingin semakin menyusup kesum-sum tulang kami. Heningnya malam menambah suasana indah malam ini. Kami masih berjalan mengelilingi api unggun yang kian besar. Dengan masih menyanyi, kali ini lagu berjudul Perpisahan Termanis.

“Bila nanti kita berpisah,
Jangan kau lupakan
Aku mengawali lagu kali ini.
“Kenangan yang indah kisah kita,
Jika memang kau tak tercipta,
Untukku miliki,
Cobalah mengerti yang terjadi” aku terkejut bukan suara teman-teman yang menyambung lagu itu, tapi suara seseorang yang sangat aku kenali. Ya siapa lagi kalau bukan Hiroki Juan, dia kakak kelas kami. Sekaligus lelaki yang pernah berhasil mengambil hatiku dan juga memporak porandakannya. Sehingga aku tak berniat untuk melanjutkan lagu itu, karna harus bernyanyi bersama Mas Hiro.

“Hay Nit, kenapa berhenti ayo kita nyanyi lagi.” Suara Mas Hiro dengan lantangnya. “Eh ngga papa kok, Mas. Bentar ya guys aku kesitu bentar, nyokap nelfon. Silahkan lanjutkan aja enggak papa.” Jawabku, aku sengaja beralasan begitu. Karna jujur mata aku sudah tak sanggup melihat Mas Hiro, mataku sudah berkaca-kaca daripada aku menangis didepan teman-teman malah akan menghancurkan acara malam ini.

Aku pergi kebawah pohon besar yang ada diujung tanah lapang ini, bersandar kepohon sambil meneteskan air mata yang sudah daritadi aku tahan sebisanya. “Nita, kenapa kamu begini?” Suara mas Hiro seperti ada dibelakangku, aku membalikkan badan sambil menghapus air yang membasahi pipiku. “Eh enggak papa kok, mas.” Aku berusaha senyum sebisanya didepan dia.

“Mas tau kamu abis nangis kan, ini pasti gara-gara mas ya?” tanyanya dengan menatap aku dengan begitu dekat, mungkin hanya berjarak 30cm wajahku dan wajahnya. “Apaan si, enggak kok mas. Udah yuk kesana lagi, bentar lagi jam 00:00 loh.” Ajakku mengalihkan perhatian dan matanya yang terus menatapku.

“Nit, mas tau kamu pasti salah paham dengan apa yang mas lakukan. Kita selesaikan besok ya, aku jelaskan semuanya.” Katanya sambil menarik tanganku yang sudah berjalan selangkah lebih maju darinya. “Hmm ya gitu kalau mas sadar dengan apa yang mas lakukan.” Dan melepas lengan yang digenggam erat mas Hiro.

“iya. Intinya besok kita harus selesaikan ini semua ya. Aku tunggu kamu ditempat biasa” Ajaknya sekali lagi. “Iya mas.” Jawabku singkat dan berlalu pergi. “Cieelah, si Nita ketemu Hiro langsung deh kita dilupain.” Ledek Alex, setelah melihat kami berdua jalan bareng.

“Heh, enggak ya tenang aja kali Lex. Kebutalan tadi kita ketemu sekalian aja kan jalan bareng kesini. “pura-pura percaya aja deh gue haha.” Ledeknya sekali lagi. “dih apaan sih, Lex. Udah ahh yuk dinyalain kembang apinya, 5 menit lagi pukul 00:00.” Aku memang suka sekali mengalihkan perhatian ya hihi.

Perayaan malam pergantian tahun pun akhirnya selesai dengan pesta kembang api kecil kecilan, dan juga dengan api unggun yang menghangatkan suasana bahkan hati para penikmatnya, tapi tidak dengan hatiku.

Sekitar pukul 01:00 kami pulang tapi tidak pulang kerumah masing-masing. Karna kami kaum cewe memilih menginap dirumah Ania. Tuing.. Suara notif ponselku mengagetkan kamu yang sedang bersiap untuk bobo cantik. “Duhh pasti pesan dari si Hiro ya Nit hihi.” Ledek si Icha.

huh. “Iyaalah pasti ngucapin selamat malam sayang wkwk” tambah Ania. “Yah apaan si kalian sok tau banget” Jawabku tak bersemangat. Yah memang itu dari Hiro tapi tidak dengan ucapan selamat malam, dia hanya mengingatkan aku untuk bertemu dengannya besok ditempat biasa kami bertemu, taman kota.

*Yunita Widyasari

Pelajar di Islamic Homeschooling Fatanugraha Wonosobo.

 

Artikel ini telah dibaca 19 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Li Khomsatun, kidung pusoko limo

23 Maret 2020 - 02:08 WIB

Nasi Goreng Karetnya Dua

2 Januari 2020 - 00:13 WIB

Segitiga yang Berbeda

12 November 2019 - 16:03 WIB

Cinta Tak Akan Hilang

21 September 2019 - 22:51 WIB

Sesuatu Di Belakang Si Gembul

15 September 2019 - 03:59 WIB

Hanya Berkunjung

8 September 2019 - 22:10 WIB

Trending di Nyastra