Alkisah maka tersebutlah perkataan suatu raja di dalam keinderaan yang benama Kayangan yaitu Sri Maharaja Batara Guru, maka ada suatu hari Batara Guru bertanya kepada Batara Narada katanya, “Ya kakanda, adakah kakanda mendengar raja-raja di Marcapada yang ada berputera perempuan yang baik parasnya.”
Maka kata Batara Narada, “Ya adindah, yang kakanda dengar wartanya ada seorang raja di negeri Medangkan Bulan, dan nama rajanya Prabu Lingga Buana itu ada berputera seorang perempuan terlalu elok parasnya seperti anak-anakkan kanca yang baharu tersapu rupanya, telah beberapa anak-anak raja-raja hendak meminangnya tiada diterimanya karena terlalu amat besar pintaannya ngendakkan taman sekerat padi dengan balehnya kencana dan lagi ngendakan gunung Argapura, maka sekaliannya raja-raja tiada ada yang sanggup ngadakan pintaan, itulah sebabnya maka tiadalah diterimanya sekalian raja-raja itu.”
Maka kata Batara Guru sambil mengerling sekalian dewa-dewa itu, maka kata Batara Guru, “Jika demikian baiklah kakanda pergi turun ke Marcapada kepada Prabu Darmakusuma empat bersaudara pergi ngelamar ke negeri Medangkan Bulan kepada Prabu Lingga Buana, katakan kita yang jagat karinat minta perhambakan dari pintaannya itu semua disanggupi jangan takut katakan kepada Prabu Darmakusuma itu.”
Telah selesailah perkataan Batara Guru itu, maka Dewa Narada itu segeralah turun ke negeri Pandawa mendapatkan Prabu Darmakusuma itu tiada selang berapa lamanya Dewa Narada itu maka sampailah ke negeri Ingmartawangsa itu.
Maka terdengarlah kepada Prabu Ingmartawangsa itu Dewa Narada maka ia pun segera sujud kepada kaki Dewa Narada itu,maka segera disambut oleh Dewa Narada itu dengan seribu kemuliannya ia pun berkata, “Ya anakku, tuan dititahkan oleh yang jagat karinat pergi ngelamarkan Medangkan Bulan kepada Prabu Lingga Buana, katakan yang jagat karinat minta perhambakan kepadanya dari apa-apa kehendaknya yang jagat sanggupi semuanya jangan engkau takut dan dari aku nanti di sini pergi engkau empat bersaudara.
Sebermula maka tersebutlah perkataan Prabu Ingmartawangsa menyuru(h) Pati Rata dan Pati Jaya minta sediakan alat kerajaan dan rata kenaikkan itupun suda(h) hadir seperti gajah dan kuda/h/. Maka ia pun segera sujud pada kaki Dewa Narada lalu berjalan keluar kota diiringkan oleh tiga saudara berjalan itu.
Tiada lagi disebutkan antara berapa lamanya ada kira-kira lima belas hari lamanya berjalan itu,maka tersebutlah perkataan Prabu Lingga Buana. Setelah men(d)engar khabar mengatakan Prabu Sri Ingmartawangsa datang ke negerinya, maka ia pun segera pergi mendapatkan Prabu Darmakusuma keluar negeri berjalan itu.
Ada kira-kira setengah hari perjalanan jauhnya maka bertemulah dengan Prabu Darmakusuma itu lalu dipeluk dan dicium dan berdekap, maka lalu berjalan berpimpin tangan berjalan itu masuk lalu duduk di atas singgasana yang keemasan dan bertatahkan ratna mum manikam, berumbaikan mutiara dikarang, serta dijamunya makan dan minum bersuka-sukaan dengan tiap-tiap hari,demikianlah pekerjaannya orang di dalam negeri itu terlalu ramainya siang dan malam.
Sebermula maka tersebutlah perkataan Raden Arjuna bertapa itu sudah tujuh tahun lamanya, telah sampailah kehendaknya maka ia berkata kepada Semar dan Nolo Gareng dan Petruk, serta ketiganya. “Dan kakang Semar bagaimana bicaramu sekarang kita hendak pulang.” Maka sembah Semar, “Ya tuanku, patik silakan tatkala mana tuanku hendak bcrangkat pulang itu baiklah kiranya tuanku bertapa ini sudah lama patut juga kita pulang karena sangat rindu akan Karanc Kampung.
” Maka kata Raden Arjuna, “Hai Petruk dan Nolo Gareng, baiklah kita turun apabila sampai besok kc negeri boleh dapat persen semuanya.”Setelah itu maka berjalanlah turun diiringkan Semar dan Petruk beserta Nolo Gareng itu, tiada selang berapa lamanya maka datanglah pada simpangan jalan itu, maka kata Raden Arjuna, “Hai kakang, simpangan jalan kemana ini.” Maka kata Semar, “Inilah jalan ke negeri Medangkan Bulan.
” Maka kataRaden Arjuna, “Jikalau demikian baiklah kita kakang masuk negeri Medangkan Bulan, ini aku hendak melihat termasanya negeri ini bagaimanalah gerangan rupa/h/nya.” Maka kata Raden Arjuna, “Kakang baiklah kita pergi masuk ke dalam taman penglipur lara ini.”
Setelah dilihat oleh Petruk dan Nolo Gareng, buah-buahan itu terialu banyak duku, durian, manggis dan mangga, dan bermacammacam ada warna buah-buahan. Setelah suda(h) kenyang bermakan itu maka terlihatlah oleh Semar perempuan banyak itu rupa/h/nya akan ke taman rupa/h/nya.
Maka kata Semar, “Ya tuanku, inilah tuan puteri hendak mandi ke taman ini rupa/h/nya.” Maka- kata Raden Arjuna, “Hai kakang Semar bersembunyilah kamu sekalian, aku hendak naik pohon podak itu.” Maka ia pun naiklah di atas pohon podak itu bersembunyikan dirinya mengintaikan sekalian para puteri mandi. Setelah itu maka sampailah tuan puteri Manggarisi itu beserta inang pengasuhnya dan dayang-dayang parakan semuanya pada mandi bersemburan, terialu sukacitanya berbuat-buat bunga teratai dan bunga tanjung terialu amat sukacitanya.
Maka terlihatlah kepada Raden Arjuna kepada sekalian orang yang di dalam taman itu ada yang seperti bunga cempaka, ada yang seperti bunga suda(h) kembang terialu elok rasanya semuanya dayang-dayang itu maka ramailah ia tertawa-tawa.
Maka Raden Arjuna terlihat kepada tuan puteri Manggarisi itu melihatkan dayang-dayang terialu bersuka-sukaan itu, maka puteri Manggarisi itu tersenyum itu kelihatanlah giginya seperti kilat kemarau rupa/h/nya. Maka terlihatlah kepada Raden Arjuna itu lalu sempal podak itu, lalu jatuh ke dalam kolam itu seperti orang mati rupa/h/nya, maka terkejutlah sekalian orang mandi itu.
Maka lalu dayang-dayang itu menyumpah-nyumpah katanya, “Si gatal mana yang garu biru tuanku mandi ini.” Maka segala para puteri segera naik, maka kata tuan puteri Manggarisi, “Hai dayang-dayang pergilah lihat apa yang jatu(h) itu, jikalau manusia mengapa, perbuatlah lagi boleh kamu.” Segera berjalan dayang-dayang itu.
Tiada berapa lamanya antara maka dilihatnya ada seorang laki-laki terlalu elok rupanya seperti Dewa Karmajaya rupa//h/nya, sayangnya tiada bernapas seperti suda(h) mati.
Maka datanglah belas hatinya dikasihan melihatkan Raden Arjuna itu maka ia pun segera pulang mendapatkan tuan puteri Manggarisi itu serta menyembah katanya, “Ya tuaku, yang jatu(h) itu manusia akan tetapi seperti suda(h) mati rupa/h/nya, orangnya terlalu elok parasnya itu seperti rupa Dewa Karaiajaya rupa/h/nya, alangkah sayangnya ia kalau mati, dimana dapat lagi manusia yang parasnya terlalu elok begitu.
” Serta didengar oleh tuan puteri Manggarisi kata dayang-dayang itu maka pikir puteri, “Baiklah aku melihat sendiri.” Maka berjalanlah tuan puteri itu serta diiringkan oleh sekalian dayang-dayang, inang pengasuhnya berjalan itu.
Maka sampailah kepada tempat Raden Arjuna itu serta terlihat kepada tuan puteri Manggarisi mayat Raden Arjuna itu. Maka tergeraklah hati tuan puteri Manggarisi itu kepada Raden Arjuna itu, maka katanya, “Hai inangku serta dayang-dayangku, pergilah ambil orang itu naikkan ke darat ramai-ramai oleh kamu, naikkan di atas balai kencana itu.
” Maka diangkat dayang-dayang beserta inang-inang pengasu(h) sekaliannya mayat Raden Arjuna itu ke darat dinaik ke balai kencana, maka ditunggui oleh para puteri serta dayang-dayang dan inang-inang pengasuhnya.
bersambung..