Menu

Mode Gelap
 

milsafat WIB ·

Penyempitan & Perluasan Intepretasi Agama


					Penyempitan & Perluasan Intepretasi Agama Perbesar

Penyempitan & Perluasan Intepretasi Agama*

Pembahasan yang terangkum tentang bagaimana pemikiran abdul kareem soroush yang disalurkan melalui gagasan keagamaan beliau yaitu mengenai teori Qobdh Wa Bast. Gagasan tersebut tercipta karena pengaruh sosio-politik didalam negara Iran dimana wilayatul faqih mereka menafsiri bahwa seolah-olah bentuk tafsir agama itu sendiri merupakan bagian penuh dari agama.

Dengan maraknya paradigm tersebut juga terjadi pergolakan mengenai dekonstruksi klaim kebenaran agama. Maka muncul pertanyaan yang cukup besar yang perlu dikemukakan seperti; bagaimana sih kok perihal tentang klaim kebenaran agama itu bisa muncul?

Terus bagaimana beliau menolak tentang idiologisasi tentang agama serta untuk memperjuangkan bentuk demokratisasi antara korelasi ad-din dan siasash? Untuk itu beliau akan sedikit memberikan pencerahan mengenai batasan-batasan antara agama dan siasash sehingga kita dapat menghindari idiologisasi agama yang dapat merenggut kesadaran berbangsa dan bernegara demi terciptanya tirani atas nama agama.

Memang benar agama itu tidak boleh dikritik namun ada sedikit tanda kutip yang perlu diperhatikan disini pemikiran atau tafsir tentang agama tersebutlah yang perlu dikritisi. Sehingga antara ad-din dan afkar al-diniyyah itu berbeda. (Abdullah 2004).

Dapat dilihat bagaimana manusia berbeda-beda dalam melakukan segala aspek yang mereka pandang. Parameter pengukurannya yaitu menggunakan ilmu yang mereka miliki. Hal ini berimbas pada tujuan awal agama yang berguna untuk menyejahterakan manusia dari jurang penidasan.

Dinamika yang berkaitan dengan ilmu kegamaan yang telah mencapai pada puncak hakikatnya saat ditemukannya teknologi dan pencapaian ilmu pengetahuan itu sendiri. Agama itu merupakan persoalan yang begitu kompleks yang menyangkut berbagai hal dari ketuhanan, keimanan dll. Begitu pula yang tidak bisa dilewatkan yaitu tentang sosio-kultural. (Abdullah 2000)

Dalam pemahaman kompleksitas pemikiran keagamaan tidak menafikan dalam mengakui ajaran tuhan yang diberikan dan diturunkan kepada nabi dan rasul. Dimana pada era nabi dan rasul otoritas keagamaan itu tidak boleh dibantah bagaimana bentuk validitasnya sebab dituntun langsung oleh Allah.

Kemudian peninggal para Ambiya’ inilah tugas yang berat ini diturunkan dan diteruskan oleh para pengikut-pengikut yang tidak dituntun oleh tuhan secara langsung. Tentang bagaimana menilai tafsiran dan pemaknaan keagamaan mereka menggunakan parameter tingkat keshalehan, ketakwaan, tingkat keilmuan maupun kedekatan mereka dengan ambiya’.

Disini pada era awal khalifah yaitu abu bakar dengan umar bin khattab tidak banyak ada sengketa tentang pemaknaan tafsir disini, namun hal ini mulai terjadi pada era kekhalifahan utsman bin affan dengan ali bin abi thalib. Terkhusus pada era ali bin abi thalib dimana interpretasi tentang pemknaan dosa besar menjadi tolak ukur penyebutan kafir bagi sesama pemeluk agama islam. Hal ini semakin jelas krisis klaim kebenaran dengan interpretasi agama.

Dalam konteks pemahaman keagamaan disini banyak sekali dominasi yang mengkultuskan ajaran itu sendiri seperti halnya agama. Sehingga menyebabkan kemandekkan akal untuk berfikir tentang agama itu sendiri. Pemetaan yang dilakukan oleh abdul kareem soroush merupakan hasil dari kajian panjang tentang pemahaman kegamaan dan tafsir keagamaan.

Dimana pemahaman keagmaan itu besifat kemanusiaan, demokrasi dan plural. Dimana teks tidak berdiri sendiri namun juga harus melihat konteks sesuatu itu terjadi.

Sehingga terjadinya suatu pemaknaan tentang teks keagamaan tidak terlepas dari persoalan yang lebih dulu mendahuluinya atau adanya pertanyaan yang mendahului teks kegamaan tersebut. Asumsi ini memiliki banyak variasi yang mempengaruhinya dimulai dari historis,  filosofis, teologis, sampai pada tingkatan yang begitu konkret yaitu sosiologi dan linguistik. (Kurzman 1998).

Pemikiran abdul kareem soroush yang menolak kemapanan dalam pemikiran islam. Karena paradigm beliau tentang pemahaman keislaman itu tidak absolute karena menurut beliau pemahaman tersebut hasil cipta karya manusia. Setidaknya ada lima poin yang menggaris bawahi pemikiran beliau yaitu tentang pembedaan keagmaan dan.pemikiran keagamaan, .agama bersifat ketuhanan, .kekal, .dan sakral.

Pemahaman.agama itu dipengaruhi oleh pemahaman manusia, pemahaman keagamaan bersifat dan pengetahuan keagamaan tidak sacral, serta.pengetahuan.agama.berubah-ubah.dan.tidak.terikat.waktu. Absoluditas.pemikiran merupakan.sesuatu yang dibidik oleh abdul kareem soroush. Beliau begitu mempertanyakan tentang praktek-praktek keagamaan yang sedang dijalankan sekarang ini. Beliau merengkonstruksi suatu konteks yang yang menjadi pondasi perubahan politik seperti pembaharuan agama. (badrussyamsi 2015)

Menurut beliau agama turun kepada manusia itu atas kehendak tuhan namun manusia sendiri yang menciptakan interpretasi tersebut untuk dirinya yang tergantung pada derajat keilmuan mufasir itu sendiri. Jadi perbedaaan.atas keduanya itu dapat ditentukan dalam ranah keilmuan agama maka dari itu untuk menemukan suatu interpertasi tentang agama yang tertentu.

Sehingga pemahaman seseorang atau setiap seseorang dapat diapresiasi. Beliau begitu menekankan bahwa apa yang disebut dengan agama itu tidak.akan.berubah namun tentang pemahaman.agama, tafsir, dan ilmu itu akan berubah berkaitan dengan periode waktu.yang berjalan.

Hal inilah yang menjadikan pegangan soroush untuk menjadi pionir yang dapat menjadikan agama sebagai otoritas agama. Menurut beliau hanya agamalah yang memiliki otoritas kebenaran secara mutlak namun tidak dengan pemahaman dan hal-hal yang berkaitan dengan pendekatan untuk memahami agama itu sendiri, menurut beliau itu bukan agama. (soroush 2000).

Yang yang begitu menakutkan dari yang kita visualisasikan adalah mengenai tentang klaim kebenaran agama yang menjadikan agama sebagai bentuk perbudakan. Maka kita tentu berfikir kembali kenapa sih kok agama yang seharusnya sifatnya plural kok malah bersifat memperbudak?

Serta mengapa paham revivalis yang dibabat habis? Terus mengapa kok ide tentang evolusi agama.tidak dapat dihentikan? .Mengapa klaim kebenaran.harus diserahkan oleh generasi masa depan? Mengapa budaya menjadi pemicu dalri masalah khilafiyah oleh para fuqoha? Mengapa seorang filusuf dan sufi itu berbeda? Yang terpenting dari pentanyaan tadi yaitu pertanyaan tentang mengapa kita membutuhkan era reformasi agama sekarang ini? (soroush 2000)

Sebagai seorang pembelajar agama soroush begitu menekankan agar kita belajar agama dan memahami agama dengan semistinya supaya kuita dapat menemukan apa yang ingin tuhan perintahkan didlam alquran dan bukan untuk dipaksakan seperti wiaytul faqih di negara Iran.

Abdul kareem soroush berkata yang lebihnya dlam bahasa indonesianya adalah “Kita manusia sekarang diusir dari surga dan kehilangan wahyu. Kami tidak senonoh dan lesu. Hidup kita dirusak oleh Setan, dan pemahaman kita bisa salah. Berbicara dan bertindak seperti nabi tidak cocok untuk kita. Sesuai dengan alasan kita yang terbatas, kita memperoleh sedikit aroma kebenaran dan bertindak sesuai dengan itu.

Kami adalah sharihan (penafsir agama), bukan sahrihan (penggagas agama). Kami yang terpikat, bukan yang sempurna. Biarlah mereka yang menganggap perkataan mereka di atas pemahaman agama semata, berhati-hatilah: keangkuhan mereka pada akhirnya mungkin menggoda mereka untuk mengenakan jubah nabi”. (soroush 2000)

Menurut beliau dalam keagamaan itu harus mengutamakan asas-asas demokrasi selagi asa tersebut bersifat plural, kritis dan terbuka. Karena menurut beliau konsep demokrasi itu mengalir dalam agama islam.

Dalam paradigm ini beliau berusaha menegaskan bahwa ini merupakan hal yang dapat dikaitkan antara islam dan demokrasi. Kesalahan yang.sering dapat terjadi ketika.demokrasi itu.selalu dikaitkan dengan liberalisasi. Disis lain syariyah selalu diidentikan dengan islam dimana keduannya selalu dipertentangkan. (Badrussyamsi 2015)

Kemudian pertanyaan yang begitu mendasar yang dikemukan oleh abdol kareem soroush adalah bagaimana sih gagasan tentang perubahan itu dapat digunakan sebagai alat untuk mengulik agama yang sifatnya itu kebenarannya itu abadi.

Pada prisnsipnya untuk memahami suatu agama seseotang itu menggunakan suatu metode yang diluar dari agama itu sendiri. Teori linguistic, kosmologi maupun antropologi itu selalu dihadapkan dalam bentuk yang selalu mengitari agama. Kerangka ini dapat meluas maupun menyempit.

Demakin meluasnya pengetatahuan agama semakin meluas pula horizon pemahaman tentang agama tersebut, lalu semakin menyempit pemahaman tersebut maka akan semakin menyempit pula pemahamannya tentang agama. Kerangka tersebut disebut sebagai teori peeluasan dan penyempitan atau disebut qabt wa bast.

Teori.perluasan.dan.penyempitan itu meliputi tiga prinsip yang pertama yaitu prinsip koherensi dan korespondensi, yang kedua interpenetrasi, dan yang ketiga yaitu prinsip evolusi. Beliau menjelaskan mengenai teorinya yang berlandaskan tiga ilmu penting yaitu teologi, ushul fiqih, dan tasawuf.

Yang pertama merupakan teori ini berkaitan dengan imu kalam dimana berkaitan juga denga teologi yang menjelaskan bagaimana kadar ekspetasi kita dalam menjelaskan agama kita, sebelumnya.mempengaruhi.pemahaman.kita.tentang alquran dan assunnah.

Kedua.teori.ini berkaitan dengan ushul fiqih karena didalamnya mencakup segala hukum.agama yaitu fiqih.untuk.menarik.kesimpulan secara metodis.teori ini juga menjelaskan bagaimana faqih mengeluarkan fatwa berdasarkan pengaruh yurisprudensi. Hal ini juga menjelaskan secara implisite maupun eksplisit mengapa putusan khusus menyaratkan adanya putusan umum dan tingkat teologi kalam pada putusan agama.

Ketiga teori yang berkaitan dengan Irfan sebab hal ini berkaitan dengan syariyah, tarekat dan haqiqiyah. Dimana para filusuf, fuqaha, dan sufi selalu memperselisihkan tiga dimensi yang berbeda dalam agama yang dipengaruhi oleh pengalaman dan tradisi yang berbeda pula. (badrussyamsi 2015)

Gagasan bagaimana teori integrasi interkoneksi yang dikemukakan oleh M. Amin abdullah merupakan teori yang begitu menguatkan tentang teori abdul kareem soroush mengenai qobth wa bast teori yang dikemukakan oleh abdullah tadi merupakan konsep dimana usaha untuk menyelaraskan antara ilmu agama dan ilmu sains.

Qobdh wa bast merupakan langkah awal dimana pemisahan antara ilmu agama dan agama tanpa memecah lebih konkret ilmu agama dengan ilmu lainnya. Hal ini membuktikan kedua teori tersebut mengakui saictifikasi alquran. Abdullah melalui teorinya itu berusaha memahami manusia itu sendiri secara padu dan keseluruhan.

Sedangkan teori tentang penyusutan dan pengembangan interpretasi agama, menjelaskan pemahaman tentang bagaimana agama itu sebagai bagian dari ilmu agamadengan segala bentuk kompleksnya dan dengan kebebsan berfikir.

Keduanya itu dipahami sebagai pisau analisis yang digunakan untuk memahami agama itu sendiri.kedua teori tersebut berkayikan bahwa hasil dari interpretasi agama merupakan hasil dari pemahaman manusia yang terus berkembangdan hasil pembacaan dari wahyu tuhan berupa ayat-ayat suci.

Tanpa kehilangan sisi spiritualnya maka muncullah ilmu atau sains yang dapat digunakan untuk yang menkaji agama itu. Maka perbedaan yang mencolok dari agama dan pemikiran keagamaan adalah dimana agama itu diturunkan oleh Tuhan kepada rasul dan pemikiran keagamaan merupakan hasil dari pemikiran sahabat atau ulama sepeninggal rasul.

Dengan menggunakan beberapa pendekatan misalnya pendekatan historis dan terapan sehingga kadang-kadang hasil tafsir itu tidak cocok dan mungkin bertentangan dengan apa yang aslinya inti agama itu dimaksudkan sehingga apa yang disebut pemikiran keagamaan merupakan hasil intepretasi pemikiran setelah nabi meninggal.

*Muhammad Ahsin Adaby 1804016090                              AFI C6                                    

Artikel ini telah dibaca 25 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Memaknai Kayon

23 Februari 2022 - 07:03 WIB

DARI TEOLOGI MENUJU TEOANTROPOLOGI, Pemikiran Teologi Pembebasan Asghar Ali Engineer

6 November 2020 - 08:51 WIB

Kalimat adalah Penghantar, Laku adalah Kunci

27 Oktober 2020 - 21:34 WIB

Ibnu Arabi di Jawa

19 Oktober 2020 - 08:06 WIB

Ngilmu Rasa (II)

23 September 2020 - 19:00 WIB

Tradisi Ilmu di Jawa

22 September 2020 - 18:04 WIB

Trending di milsafat