Muhammadiyah
Kata “Muhammadiyah” pertama kali yang saya dengar waktu dulu barjanjen atau membaca maulid barzanji, pada masa kanak.
Wa lamma aradallahu ta’ala ibraza haqiqatihil muhammadiyah. Itu rawi ketiga yang dibaca setelah mendendangkan nasabun tahsibul ‘ula bihulahu hingga akhir.
Isinya tentang kekersaan Gusti Allah sewaktu akan mengejawantahkan hakikat kemuhammadan ke dalam bentuk ruh dan jasad di bawah panduan citra-Nya dan makna-Nya.
Sewaktu masa kanak dulu, saya kerap kebagian membaca rawi al-jannatu wa na’imuha hingga akhir. Dulu saya tidak tahu bahwa kata “muhammadiyah” itu merujuk pada nama sebuah organisasi masyarakat Islam di Indonesia.
Setelah saya mendengar dan mengetahui seluk-beluk umumnya di masa setelah kanak, ingatan saya langsung terpelanting kepada rawi walamma aradallahu itu.
Hingga saat ini, kata “Muhammadiyah” masih merujukkan ingatan saya ke sana. Ke masa kanak dan ke semarah barjanjen. Selalu. Dan, saya gembira. Di dalam peradaban makiyah dan medeniyah (bersifat suka memaki dan suka menakut-nakuti) ini, bisa mengingat Kanjeng Nabi saw saja sudah syukurnya minta ampun.
Saya menguluk kuntum pupur syukur pada Muhammadiyah untuk itu.
Selamat Milad Muhammadiyah. (YA)