Menu

Mode Gelap
 

Talks WIB ·

Mengenal Kitab Pesantren: Kitab Lathaif At-Thaharah Karya Kiai Sholeh Darat


					Mengenal Kitab Pesantren: Kitab Lathaif At-Thaharah Karya Kiai Sholeh Darat Perbesar

Karya Kiai Sholeh Darat yang baru penulis baca di antaranya kitab Munjiyat dan kitab Lathaif at-Thaharah yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini. Kata Lathaif ini menggunakan bahasa arab pegon, pembahasan yang diuraikan Kiai Sholeh seputar tentang hakikat dan rahasia shalat, puasa, dan keutamaan bulan Muharram, Rajab, dan Sya’ban. Dengan demikian, anak milenial sekarang ini jarang yang mengetahui kitab Lathaif at-Thaharah wa asrar al-Sholah Fi Kafiyat Shalat al-Abidin wa al-Arifin karya Kiai Sholeh ini.

Karya tersebut merupakan manuskrip peninggalan Kiai Sholeh Darat dan hasil pemikiran Kiai Sholeh Darat untuk mempermudah orang awam dalam mempelajari agama Islam. Misalnya, dalam hal thaharah (bersuci), Kiai Sholeh tidak hanya menjelaskan tata cara berwudlu yang benar, namun dijelaskan hakikat dari wudlu itu seperti apa. Membasuh muka itu berarti membasuh wajah yang selalu sibuk menghadap pada dunia dan kemewahannya. Oleh karena itu, hendaknya dibasuh dengan air taubat dan istighfar.

Membasuh tangan berarti membasuh ketergantungan kepada makhluk. Mengusap kepala berarti bertawadlu’ pada Allah dan merendahkan diri di hadapan-Nya. Sedangkan membasuh kaki adalah membasuh bekas langkah keliru atau dosa perbuatan.

Kiai Sholeh Darat, seorang ulama yang selain memahami syariat (fiqh) juga memahami hakikat (ilmu tasawuf) menjelaskan ayat tentang wudlu tersebut dari sisi yang lebih dalam lagi. Karena menurut beliau dan semua ulama, wudlu yang baik adalah wudlu yang dikerjakan sepenuh-penuhnya, lahir dan batin. Bukan hanya wudlu tetapi semua ibadah, baik dzikir, membaca Al-Qur’an, juga shalat maka ia harus dilakukan secara lahir dan batin.

Sebagaimana wudlu adalah amalan yang akan menjadi ciri umat Nabi Muhammad Saw. di akhirat nanti, anggota tubuh yang berwudlu akan bercayaha. Terkait hal ini mata memandang dunia dengan segala keterbatasan tertentu berbeda dengan mata pandang diakhirat tentunya.

Kiai Sholeh Darat juga menuliskan pada kitab tersebut bahwa “Berwudlu lah kalian semua dengan air asmallah (air nama Allah).” Beliau kemudian menjelaskan maksudnya, berwudlu-lah kalian semua dengan air asmallah dan mentauhidkan (meng-esa-kan) Allah. (Sehingga hati meyakini tidak ada sesuatu pun yang menggenggam semua urusan kecuali Allah, Laa ilaaha illallah).

Dengan wudlu seperti itu, maka yang disucikan bukan hanya anggota tubuh tetapi anggota batin manusia yaitu nafsu, hati, sirr (rahasia hati), dan ruh. Mensucikan nafsu dengan air tarkul ma’siyah (meninggalkan maksiat). Dalam arti wudlu harusnya menghalangi manusia dari berbuat maksiat di seluruh anggota tubuhnya, penglihatannya, pendengarannya, tangannya dan lain sebagainya.

Mensucikan hati dengan merasa dirinya sudah taat. Jangan merasa dirinya telah memiliki amal ketaatan. Dimaknai wudlu menyadarkan bahwa yang diperolehnya semata hanya pemberian dari Allah SWT. Kemudian mensucikan asrar-nya jangan sampai melihat gebyarnya dunia. Wudlu menyadarkan pada kehidupan yang abadi di akhirat. Menyucikan ruh jangan sampai condong mencintai selain Allah SWT. wudlu menyadarkan yang semula lali kepada Allah menjadi dzikrullah/ ingat Allah.

Dalam bab membahas puasa mbah Sholeh Darat menuliskan bab asrori shaumi yang menjelaskan bahwa sesungguhnya puasa itu ada tiga derajat. Pertama, shaumul ‘umum yaitu puasanya manusia pada umumnya. Kedua, shoumul khusus yaitu puasanya manusia pilihan. Ketiga, shaumu khususil khusus yaitu puasanya manusia pilihan yang sempurna. Kemudian masuk pada fashlun fi fadhilati yaumi ‘asyura bahwa awal Muharram adalah tahun barunya seluruh umat Islam. Adapun tanggal 10 Muharram adalah hari raya untuk mensyukuri nikmat Allah, bukan hari raya dengan shalat. Namun hari raya dengan pakaian rapi dan memberikan makanan kepada para fakir.

Kiai Sholeh Darat menjelaskan nilai-nilai spiritualitas yang berhubungan dengan bersuci dan shalat. Saat berwudlu, niatkanlah membuang nafsu dan dosa. Jika seseorang sempurna wudlunya, secara syariat maupun hakikat, maka akan mudah mencapai khusyuk dalam shalat. Caranya, beliau menerangkan isi kitab, jangan bicara setelah selesai wudlu. Lansung menuju tempat shalat dengan pikiran tetap konsentrasi bahwa diri hendak berjumpa dengan Allah SWT.

Ada makam-makam yang seseorang selalu kangen untuk menyowaninya. Entah seminggu sekali, sebulan sekali, atau bahkan setiap hari. Kerinduan terjadi karena perjalanan batin seseorang ada dalam rangkaian, mirip, atau bahkan sama dengan suluk sang sahibul maqam.

Hal ini sebagaimana berlaku juga bagi orang-orang tertentu yang sangat gemar membaca karya kitab atau mendengarkan manqib wali tertentu. Hal itu memang diperjalankan di jalan yang dulu pernah ditempuh oleh walu tersebut dalam penuh seluruhnya. Berawal dari karya Mbah Sholeh Darat semoga adalah tahap awal belajar mengenai karya ulama nusantara sebagai pijakan.

*Rofida Rahmadani

Mahasiswa Asal Batang dan sedang menempuh pendidikan di Studi Agama-Agama UIN Walisongo Semarang

Artikel ini telah dibaca 86 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Angkat Potensi Desa Lewat Srawung Gunung

24 Juli 2022 - 21:22 WIB

Sekolah Tanpa Seragam

18 Desember 2021 - 05:47 WIB

Kiai Bramasari: Epistemologi dan Genealogi

21 November 2021 - 00:37 WIB

Bobot Bibit Matan Syarah

30 Oktober 2021 - 07:39 WIB

Ronggowarsito, Perkawinan Mistik Jawa-Islam, dan Kehidupan Sosial

11 September 2021 - 00:16 WIB

Konsekuensi Men-sayyid-kan Makam

6 September 2021 - 19:24 WIB

Trending di Talks