Menu

Mode Gelap
 

Food & Travel WIB ·

Mendaki Gunung Salak Via Cidahu


					Mendaki Gunung Salak Via Cidahu Perbesar

Bagi pecinta traking mendaki dan camping gunung Salak  bisa dikatakan tidak terlalu tinggi sebetulnya memiliki trek yang lumayan  ekstrem.

mendaki gunung yang letaknya relatif paling dekat dengan  Jakarta. Saat cuaca cerah, gunung yang masih aktif ini bisa terlihat sangat jelas dari ibukota.

Topografinya agak bongsor dengan 3 puncak di atasnya membuat siapa pun penasaran bagaimana kondisi puncak paling atasnya. Berketinggian 2.211 mdpl, Gunung Salak tak seramai tetangganya Gunung Gede yang biasa didaki oleh ratusan orang saat akhir pekan.
Di hari libur sekalipun, pendaki yang berhasrat mencapai puncak Salak, terkadang masih bisa dihitung dengan jari. Vegetasi hutan gunung yang berada di Kabupaten Sukabumi dan Bogor ini terbilang masih masih sangat alami.

Di beberapa titik, jalan setapak pendaki pun bersimpangan dengan lintasan jelajah macan tutul. Bagi pendaki, ada dua alternatif jalur resmi yang bisa dilalui, yakni melewati Cidahu di Sukabumi dan Pasir Reungit di Bogor.
Hampir sebagian besar pendaki memilih menggunakan Jalur Cidahu. Dari Cidahu, jalan menuju puncak memiliki panjang 9 kilometer, di mana setiap 100 meternya sudah dipasang penanda dan petunjuk jalan yang cukup rapi oleh pengelola Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.

Sebelum memulai pendakian, pendaki diharuskan mendaftar di kantor pengelola taman nasional. Ada beberapa kategori pendaftaran dengan biaya yang berbeda antara lain pendakian, camping ground, hingga penelitian. Di tempat ini pula, pendaki bisa menitipkan kendaraannya.

Etape pendakian pertama, yakni jalan beraspal mulus dari kantor pengelola hingga ke Gerbang Rimba. Meski beraspal, jangan menganggap remeh trek tersebut. Jalan tersebut terbilang sangat menanjak. Panjangnya pun sekitar 1,5 kilometer dengan kemiringan mencapai 45 derajat. Sebagian pendaki menganggap jalan aspal tersebut sebagai pemanasan sebelum menjajal jalur Salak yang sesungguhnya.

Gerbang Rimba Menuju Pos Bajuri

Setelah berjalan cukup jauh di jalan aspal, pendaki akan sampai di Gerbang Rimba yang menjadi pintu masuk pendakian. Papan besi tua dan berlumut sedikit menambah kesan seram dari Gunung Salak. Dari pintu inilah pendakian Salak yang sebenarnya baru dimulai.

Jalurnya tidak terlalu terjal dengan batu-batuan yang disusun rapi sebagai jalan setapak. Pendaki akan melewati trek landai sepanjang 1 km lebih hingga sampai pos peristirahatan yang dinamai Bajuri.

Dari gerbang masuk hingga persimpangan Bajuri, beberapa titik treknya juga ditemui jalanan rawa dan lumpur. Hambatan terberatnya yakni beberapa pohon yang tumbang yang melintang di jalur pendakian dan lumpur yang cukup dalam. Dari persimpangan Bajuri ini pula, pendaki bisa memilih melanjutkan perjalanan ke Puncak Manik atau ke Kawah Ratu.

Banyak dari pendaki Gunung Salak yang tak melanjutkan ke puncak, namun memang sengaja hanya untuk melihat Kawah Ratu. Kawah yang merupakan sebuah kaldera kecil yang menyemburkan gas berbau belerang dan ada sedikit air panas.

Sepanjang jalan bakal ditemui sungai-sungai kecil. Aliran air tersebut mengering saat musim kemarau. Di Bajuri pula terdapat sumber mata air terakhir, sehingga bisa dimanfaatkan pendaki mengisi persediaan air sebelum melanjutkan perjalanan panjang ke puncak.

Bajuri menuju Pos Bayangan

Selepas Bajuri, barulah trek Gunung Salak semakin menjadi-jadi. Jalurnya jauh lebih ekstrem dibandingkan trek sebelumnya. Dibandingkan gunung lainnya yang lumrah didaki, jalur Gunung Salak di jalur ini bisa disebut sebagai salah satu yang paling tak ramah bagi pendaki.

Sepanjang jalurnya banyak ditemui trek curam dengan kemiringan hampir 90 derajat yang pastinya bikin nyali banyak orang ciut. Untuk melewatinya harus menggunakan tali pipih atau webbling untuk memanjat.
Hal yang sangat membantu pendaki, pengelola taman nasional sudah menandai setiap 100 meter dengan patok kayu, yakni HM 1 di Bajuri, hingga HM 50 di Puncak Salak. Beberapa jalur bahkan harus melewati trek lumpur yang dalamnya bisa mencapai setengah meter, rawa, dan trek berlumpur licin menanjak sehingga tangan harus berpegangan pada akar-akar pohon.

Hujan bisa membuat kondisi jalan semakin menantang lantaran lumpur licin di beberapa tanjakan. Jangan remehkan pula populasi lintah darat yang bergelantungan di atas pohon yang banyak ditemukan di hutan Gunung Salak.

Masuk ke HM 35 hingga Puncak Bayangan, pendaki bakal menemui trek yang perlu konsentrasi tinggi. Di sepanjang kiri-kanan jalur adalah jurang dalam yang hanya menyisakan jalan setapak kurang dari satu meter. Selain itu, terdapat pula tanjakan curam, bisa disebut tebing, karena kemiringannya hampir 90 derajat atau tegak lurus, sehingga harus menggunakan webling untuk melaluinya.

Pos Bayangan hingga Puncak Manik

Jalur ekstrem masih berlanjut selepas Pos Bayangan. Selain curam, pendaki seringkali harus menghadapi kabut yang bisa datang tiba-tiba. Sepanjang jalur ini pula, akar-akar pohon cukup membantu pendakian.

Berbeda dengan trek sebelumnya, jika cuaca cerah, di jalur menuju puncak ini, pendaki bisa menyapu pandang ke arah lembah, termasuk ke Kawah Ratu. Jurang dalam yang menganga jadi pemandangan menakjubkan sekaligus mengerikan.
Namun begitu, hutan yang masih perawan jadi cukup menyegarkan mata saat semangat mulai kendor. Selepas Pos Bayangan, sinar matahari sudah bisa menembus lebatnya pepohonan rimba Gunung Salak.

Dari titik ini pula, bisa terlihat jelas tebing curam yang dihantam pesawat Sukhoi beberapa tahun silam. Lantaran beratnya medan, banyak pendaki yang memilih mendirikan tenda di sepanjang jalur ini, sembari menunggu fajar untuk berburu sunrise di Puncak Manik, Gunung Salak.

Dengan perjalanan normal sekitar 2 jam dari Puncak Bayangan, barulah pendaki akhirnya bisa mencapai Puncak Manik. Puncak yang berada di ketinggian 2.211 mpdl ini sebenarnya hanya berupa tanah lapangan yang tak terlalu luas.

Hanya sebuah papan penanda yang biasa dijadikan selfie yang bisa jadi objek paling menarik di puncak tersebut. Ini karena pemandangan di sekitar Puncak Manik hanya lembah, hutan belantara, atau puncak Salak 1 di seberangnya yang belum terjamah manusia.

Jangan berharap pula bisa berfoto dengan latar belakang ‘di atas awan’ karena puncak tersebut tak terlalu tinggi, serta lebih sering berkabut. Selain papan, terdapat pula petilasan yang dikeramatkan di Puncak Manik.

Tak jarang pendaki berpapasan dengan peziarah yang sengaja mendaki hanya untuk sekadar berziarah hingga tujuan lain, seperti mencari wangsit. Menurut warga sekitar, makam keramat tersebut hanya berbentuk tumpukan batu lalu diperbaiki dengan lapisan semen dan keramik.

Di samping makam terdapat gubuk kecil untuk tempat peristirahatan peziarah. Bangunan yang mirip toilet umum itu pula terdapat sebuah penampungan air hujan yang bisa dimanfaatkan pendaki ataupun peziarah.

Meski ketinggiannya pendek, membutuhkan waktu sekitar 9 jam untuk mendaki Gunung Salak, itu pun bagi pendaki berpengalaman. Selain itu, lantaran jalurnya yang ekstrem, perjalanan turun pun butuh perjuangan keras.

Jika biasanya pendaki bisa turun dari puncak hingga ke basecamp rata-rata setengah dari perjalanan saat naik, maka di Gunung Salak ini setidaknya dibutuhkan hampir dua per tiga waktu saat menanjak. Bagai mana apakah trtarik buat melakukan pendakian.?

Artikel ini telah dibaca 212 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Ziarah Puncak Makam

23 Maret 2022 - 00:29 WIB

Makam di Tengah Perumahan

17 Januari 2022 - 03:39 WIB

Menusuri Jejak Medang Kawitan ( Kamulan)

25 Juli 2020 - 18:58 WIB

Ekspedisi Tandon Air Purba

26 Juni 2020 - 01:04 WIB

Sowan Mbah Sholeh Darat Semarang

10 Juni 2020 - 18:07 WIB

Makam Ketinggring dan Sejarah yang Hilang

26 Mei 2020 - 23:27 WIB

Trending di Mayeng