Tārīkh al-Auliā’: Tārīkh Wali Sanga, merupakan kitab sejarah yang ditulis seorang Kiai. Sekilas membaca judulnya kita akan berpikir bahwa kitab itu hanya membahas Wali Sanga. Namun pandangan semacam itu akan hilang saat membaca sampul dalamnya. Tertulis, “Nerangaken babad ipun Wali tanah Jawi, dipun tambah cathetan-cathetan tarikh Indonesia kanthi ringkes”.
Kitab Tārīkh al-Auliya ditulis oleh Kiai Bisri Musthofa, Rembang, Jawa Tengah kurang lebih 66 tahun lalu. Tertulis di bagian akhir kitab tanggal 12 Rabiul Awal 1372 H, bertepatan dengan tanggal 19 November 1952 M. Adapun latar belakang penulisan kitab itu, dapat kita simak sebagai berikut:
“Wiwit kita bangsa Indonesia dados bangsa ingkang merdeka, rupi-rupinipun kita lajeng sami giat naluri leluhur-leluhur kita, babad-babad dipun sinau, sejarah-sejarah dipun wucalakèn ing sekolahan-sekolahan, ingkang mawi bahasa Indonesia, daerah lan sanes-sanesipun.
Nanging buku-buku sejarah ingkang sampun sumebar utawi kawucalaken ing madrasah-madrasah punika sebagian ageng mboten nerangaken bab-bab igkang magepokan kalian sejarahipun para wali-wali, para sunan-sunan pemedar agami Islam umumipun lan ing tanah Jawi khususipun.”
Berangkat dari kegelisahan itulah, kitab Tārīkh al-Auliā’ dilahirkan. Lanjut, dengan tawadlu’ Kiai Bisri Musthofa mengatakan tujuan penulisan kitab itu, yaitu sebagai bumbu bagi para guru dalam mengajarkan sejarah Indonesia.
Seakan beliau mengajak kita untuk tidak melupakan sejarah dan terus mencintai negara ini, Indonesia. Sebuah tema yang mungkin dianggap lumrah hari ini, namun belum tentu seperti itu dan puluhan tahun yang lalu, telebih saat kitab itu ditulis oleh seorang Kiai pesantren.
Secara sistematika, bagian awal kitab itu memapar garis keturunan para Wali dan Sunan, terutama di tanah Jawa. Dilanjutkan dengan beberapa kisah tentang perjalanan hidup sebagian Sunan dan masuknya Islam di Indonesia.
Selanjutnya kitab bercerita tentang masuknya beberapa penjajah di indonesia, serta konflik yang terjadi di berbagai kerajaan. Hingga akhirnya kitab ditutup dengan sejarah Indonesia, mulai masa pergerakan, hingga terbentuknya “Negara Kesatuan Republik Indonesia” (NKRI).
Awal cerita, dikisahkan adanya seorang raja di negeri Campa bernama Kuntara. Ia memiliki tiga anak yaitu, Darawati Murdaningrum, Dewi Candrawulan dan Raden Cingkara. Kemudian hari, Dewi Candrawulan menjadi istri Ibrahim Asmaraqandi. Sedangkan Darawati Murdaningrum menjadi istri Kertawijaya—Raja Majapahit.
Kemudian, setelah memaparkan garis keturunan, bagian berikutnya bercerita tentang masuknya agama Islam di Indonesia. Menurut Kiai Bisri Musthofa, Islam masuk ke Indonesia tidak lewat jalur perdagangan. Tujuan kedatangan para Wali ke jawa memang untuk berdakwah, seandainya ada yang berdagang hal itu hanya dijadikan sebagai penyamaran.
Jalan dakwah yang ditempuh oleh para Wali bukanlah kekerasan. Biasanya para Wali mendatangi para raja dan adipati untuk memeperkenalkan Islam. Jika dakwahnya ditolak, para Wali tidak pernah memaksa.
Bagian berikutnya, kitab tersebut bercerita tentang masuknya negara asing ke indonesia. Dalam versi itu, Portugis menyerang Indonesia karena sentimen keagamaan. Saat itu, Indonesia masyhur sebagai negara yang mayoritas penduduknya Islam, sedangkan negara Portugis pernah diobrak-abrik oleh umat Islam Turki pada tahun 1453 M.
Selain itu, penyerangan juga dikarenakan adanya motif penguasaan hasil bumi. Tak dapat dipungkiri Indonesia merupakan negara yang makmur dan subur. “Loh Jinawi” begitulah Kiai Bishri Musthofa menyebutnya. (hlm. 26)
bersambung..