Membahas makam sampai kuburan saya kira tak hanya sekedar urusan doa saja, dalam hal bukannya menyepelekan doa tetapi bolehlah kita mengolah lebih dari itu. bahkan ketika ungkapan kuburan adalah sebuah museum dan sekaligus perpustakaan yang didalamnya menyimpan keanekaragaman flora dan fauna katakanlah bahkan situs atau keilmuan juga yang tak usah dijaga dengan CCTV bahkan sampai ada satpam yang bertugas dengan berjaga disetiap waktunya dengan sift-siftan.
Namun dengan sistem keamanan di luar kemampuan berpikir orang yang terkadang memandang kuburan atau sebuah wilayah wingit atau angker menjadi hal yang menguntungkan juga.
Tetapi kadang menjadi cara pandang yang lucu juga semisal menganggap pohon ringin dengan di tanam di berbagai wilayah lereng pegunungan agar menjaga ekosistem air, padahal sebenarnya masih menguntungkan atau lebih baik ditanami bambu, bambu juga bisa menjadi pagar untuk batas wilayah juga bisa media penyerap air terbaik adalah bambu dan penyimpan air terbaik adalah batu, sebagaimana yang diajarkan oleh leluhur.
Kembali tentang kuburan sampai makam para Ulama misalnya selain ngalap berkah juga menjadi bahan kajian yang menarik terutama mengurut jejak geneaologi keilmuan bahkan terkait tingkatan tasawuf bagi shohibul makom itu sendiri.
Membaca inskripsi pada nisan kita bisa belajar tentang kaligrafi, motif kaligrafi ala Nusantara atau belajar terkait aksara Jawa, Kawi dan sebagainya. Itu baru secara satu sudut pandang keilmuan nanti bisa jadi kita menemukan pohon-pohon, jenis kayu, jenis rumput, tanaman yang dapat dimanfaatkan bahkan sampai jenis serangga atau tawon, kumbang dan sebagainya.
Tumpukan naskah kuno setebal-tebalnya bolehlah diambil dan dicuri namun tak akan sempat membawa kuburan dan cerita rakyat yang terpatri di masyarakat secara turun temurun. Kemarin, tak sengaja membaca postingan di timeline terkait barcode di sebuah situs yang jika discan bakalan muncul sebuah informasi yang dapat diakses di gawai.
Saya agak tertarik dengan postingan semacam itu, pikiran saya langsung berimajinasi kalau di kuburan atau makam yang di sepuhkan atau Tokoh suatu wilayah diberi barcode juga yang nantinya ketika discan bakal muncul suatu informasi pula terkait shohibul makam dengan biografinya, kiprahnya ketika hidup dan beragam ilmu yang dapat dituangkan dan diakses secara luas kayaknya menjadi hal menarik.
Tapi itu hanya prasangka saja dimana dalam pandangan saya, yang pada dasarnya para leluhur pun sebenarnya malah lebih dahulu dalam memikirkan atau menyiapkan sebuah pesan yang akan diwarisi kepada kita semua.
Tidak dengan barcode melainkan penanda seperti pohon, batu, dan sebagainya. Tinggal kita mengolah dan belajar membaca tanda-tanda yang dirumuskan oleh para leluhur kita.
Metodenya hampir sama di semua tempat, teknisnya saja yang bervariasi. Peletakan “penanda”, alur cerita, dan serta arsitekturnya yang nyaris sama dalam satu wilayah dalam satu masa.
Misalnya seperti ada beberapa pohon di sekitar pemakaman, dan satu pohon di tengah desa, dan hari ini tinggal satu-satunya. Letaknya lereng pegunungan selain sebagai buah tangan katakanlah, juga sekaligus sebagai penanda peristiwa. Setelah berabad lewat, menjadi sangat berguna untuk membuktikan keberadaan seorang tokoh penting, yang nantinya mungkin akan merubah pandangan kita terhadap masa lalu.
Setidaknya akan memperkaya khasanah keislaman kita masa itu, dengan pohon lah kita bisa melihat informasi yang dapat mengakses peradaban masa lalu dimana kita sendiri yang harus menyelami, mengumpulkan bahan, menyusun alur cerita, dan menangkap pesan tersembunyi tersebut sebagai pemantik dalam laku hidup untuk sekarang dan selanjutnya. Wallahu a’lam bishowab.