Selanjutnya, dari gerakan Walisongo ini kemudian lahir organisasi Islam terbesar di Indonesia yang dikenal dengan nama Nahdlatul ‘Ulama (NU) yang didirikan tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya.
NU merupakan representasi utama dari kaum Tradisionalis Islam di Indonesia. Kaum Nahdhiyin merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari masyarakat mulai dari struktur yang paling kecil sampai yang terbesar.
Ukhuwah Nadhiyah merupakan formulasi atas tiga konsepsi persaudaraan dalam skala terbatas yang merupakan penjabaran dari Ukhuwah Islamiyah dalam skala yang lebih besar (Kristeva, 2014:196)
Sejarah terus berjalan, kira-kira pada permulaan abad ke-20 M, pemikiran Islam di Indonesia mengalami perubahan besar yakni munculnya gerakan modernisasi Islam.
Gerakan ini berbeda sama sekali dengan tradisi pemikiran Islam pada periode sebelumnya yang masih didominasi pemikiran Islam tradisional-kultural ala pesantren.
Tipe pembaharuan pada periode ini berbeda-beda antara satu orang atau organisasi dengan yang lainnya, baik dari segi waktu, objek, sifat, maupun latar belakangnya.
Deliar Noer menyebut pembaharuan pemikiran Islam dimulai pada tahun 1900 sampai 1942, sedang objeknya berkisar pada dua hal yaitu pendidikan dan politik. Pembaharuan di bidang pendidikan, misalnya dilakukan oleh Muhammadiyah. Sedangkan di bidang politik diantaranya diperankan oleh Syarikat Islam yang didirikan pada tahun 1912. (Aksin, 2011:138)
M C. Ricklefs (2013) mengemukakan bahwa zaman pendudukan Jepang dan perang kemerdekaan Indonesia yang menyusul setelahnya pada 1945 menjadi kesempatan pertama bagi para pemimpin Tradisionalis Islam untuk bergabung dengan rekan-rekan Modernis Islam dalam pergerakan dan kepemimpinan politik praktis.
Namun, ketika mereka melakukan hal tersebut kombinasi antara semangat religiusitas dan sepak terjang politik mereka membuat kesalehan mereka diragukan.
Pada masa pemerintahan Soeharto mulai tahun 1966 hingga 1998 terdapat keragaman dalam hal pengalaman yang dirasakan oleh organisasi-organisasi dan para pemimpin Islam ketika bersinggungan dengan Negara.
Beberapa dapat dengan mudah menjalin kerjasama dengan rezim tersebut, banyak yang lain menganggapnya problematis tetapi tak terhindarkan, yang lain merasa tidak selalu senang karena merasa terpinggirkan dan dipandang sebagai pesaing oleh negara untuk memenangkan pengaruh di tataran akar-rumput.
Sementara yang lain menyatakan ketidaksenangan mereka kepada rezim Soeharto tetapi tanpa efek. Beberapa memilih terus melanjutkan pekerjaan mereka untuk menjalankan serta memperdalam proses Islamisasi atas masyarakat sebisa mungkin dalam situasi yang ada.
Pada awal dasawarsa 1990-an, upaya memproduksi cendekiawan Islam yang radikal mulai memperlihatkan dampak yang nyata di tingkat masyarakat bawah.
Aktivis-aktivis Islam radikal yang disponsori oleh DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia) dan LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam Arab), termasuk para veteran jihad di Afganistan, serta kelompok-kelompok lain mulai memberikan pengaruh pada masa abangan melalui pelbagai lembaga pendidikan salafi yang menjamur.
Pasca Orde Baru tumbang 1998 sampai sekarang terjadi perkembangan dan perubahan secara dinamis dan ekspresif di tengah umat Islam ditandai dengan beberapa hal seperti: Pertama, lahirnya sejumlah partai politik yang secara formal menyusun ideologi dan cita-cita Islam yang sebelumnya dilarang tegas oleh rezim orde baru.
Fenomena ini mengindikasikan bangkitnya kembali kekuatan-kekuatan Islam politik di Indonesia. Kedua, tampilnya berbagai gerakan yang selama masa orde baru kurang dikenal oleh masyarakat. Ketiga, kelahiran organisasi-organisasi Islam baru.
Ciri dan lingkup kegiatan-kegiatan organisasi-organisasi Islam yang baru ini sangat beragam dan luas. Akibatnya, wajah Islam di Indonesia menjadi semakin beragam dan kompleks, sehingga penggambaran yang hanya menekankan pada eksistensi, aktivitas, dan pemikiran Islam mainstream (Modernis dan Tradisionalis) tidak lagi memberikan pemahaman yang menyeluruh dan utuh terhadap kehidupan Islam di Indonesia. (Kristeva, 2014:189-190)
Oleh: Ilham Emqi
*Penulis Kelahiran Wonogiri ini sedang berproses di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, prodi BPI di UIN Walisongo, suka ngopi, nglinthing, dan berdiskusi.