Menu

Mode Gelap
 

Klenik WIB ·

Ka’bah yang Asli


					Ka’bah yang Asli Perbesar

Kemarin ada seseorang tanya kepada saya perihal data “temuan online” terbaru seseorang di facebook tentang lokasi asli Ka’bah. Menurut penelusuran arkeologis-ilmiah tapi dari jalur dunia maya, katanya Ka’bah yang asli itu bukan di Mekah sekarang, tapi di Petra.

Petra itu saat ini masuk wilayah administratif Yordania kalau tidak salah. Lalu sontak komentator di facebooknya menumpahkan olok-olok pada Mekah, pada Ka’bah, dan pada Kanjeng Nabi saw.

Menurut saya temuan itu tidak aneh. Sekiranya temuannya memang benar -dan mari kita benarkan, maka kesimpulannya adalah bahwa lokasi awal (asli) Ka’bah ada di Petra. Sedangkan hari ini Ka’bah ada di Mekah. Jadi Ka’bah yang asli itu di Yordania, dan Ka’bah yang di Mekah itu palsu. Itu hal yang wajar.

Tidak aneh. Biasa saja. Memang harusnya begitu. Pusat-pusat rohani itu memang dibangun tidak hanya satu. Melainkan lebih dari satu atau bahkan harus diperbanyak. Pusat rohani harus ada di mana-mana sebagai kelanjutan rohani dari pusat-pusat rohani sebelumnya. Itu menunjukkan bahwa ajaran agama yang datang di setiap masa adalah kelanjutan dari ajaran-ajaran agama sebelumnya.

Jika memang benar Ka’bah yang di Mekah itu “tidak asli”, maka perkaranya bukan asli atau tidak. Ka’bah di Mekah itu hanya tanda yang menunjukkan bahwa ajaran yang turun di sekitar Ka’bah di Mekah itu adalah ajaran kelanjutan dari ajaran sebelumnya. Dan, pusat rohaninya adalah Ka’bah yang terletak di Mekah.

Dalam ajaran Islam, semua ajaran sudah dipungkasi oleh Kanjeng Nabi saw. Karena itu, pembangunan Ka’bah sebagai bangunan suci “berhenti” di Mekah. Dalam bahasa suci Kanjeng Nabi saw, ajarannya adalah penyempurnaan kemuliaan akhlak. Dan dalam banyak sabda sang lelananging jagad itu juga sering disebutkan bahwa ia merupakan pelanjut para nabi-rasul sebelumnya.

Seharusnya kalau ada temuan-temuan baru yang meruntuhkan “kemapanan” Ka’bah, tidak usah heran. Cukup diketawai saja. Bahkan ada yang lebih “gila bin edan” lagi, yaitu orang Nusantara, termasuk orang yang hari ini digolongkan sebagai muslim bersuku-bangsa Jawa. Mereka nanti malah “membangun Ka’bah” di dalam hati.

Bagi mereka, Ka’bah yang asli bukan di sana, tapi di dalam hati. Karena itu, Mbah Ranggawarsita nanti menyebutkan bahwa dalam ajaran tasawuf Jawa yang diracik oleh para walisongo, yang disebut “Baitul Haram/Masjidil Haram” itu adalah wilayah dada, “Baitul Ma’mur” itu wilayah kepala, dan “Baitul Mukaddas/Maqdis” itu wilayah kemaluan.

Di Jogja, ada Masjid Sulthonain di Nitikan. Masjid itu ketika dibangun dan diinskripsikan dengan istilah: Masjidil Harom fi Nitikan (Masjidil Harom di Nitikan). Edan to?

Masih banyak cerita lainnya tentang para priyagung yang “memindahkan” dan “membangun” Ka’bah tidak di Mekah. Syekh Hamzah Fansuri, dari Barus, malah pernah membuat syair yang menyatakan bahwa rumah Tuhan itu ada di “rumahnya”.

Dalam syairnya, ia menulis: Hamzah Fansuri di dalam Mekkah/Mencari Tuhan di Baitul Kakbah/Dari Barus ke Kudus terlalu payah/Akhirnya ditemukan di dalam rumah.

Jadi tidak usah bingung. Itu biasa. Ka’bah memang harus “dibangun di mana-mana”. Perkara ini hampir sama dengan peristiwa yang terjadi di dunia kuburan hari ini ketika banyak makam sepuh diklaim sebagai makam para habib. Padahal, menurut catatan dan ingatan warga sekitar, makam itu adalah makam leluhur mereka “yang asli” Jawa.

Dalam kasus ini, kalau saya tinggal diambil gampangnya saja. Sekiranya satu makam sepuh yang merupakan pepunden atau cikal-bakal sebuah desa diklaim sebagai makam seorang habib, berarti seluruh masyarakat di desa itu yang merupakan keturunan sesepuh cikal-bakal adalah para habib juga.

Jadi, desa itu adalah desa para habib. Dengan demikian, kalau semua makam sesepuh di Jawa disebut atau “ditemukan” sebagai makam para habib, berarti semua orang Indonesia itu pasti habib. Gampang to? Urip kok angel angel.

Wallahu a’lam.

M. Yaser Arafat

Artikel ini telah dibaca 85 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Mahasiswa KKN UIN Walisongo Kelompok 11 Gelar Pengajian Akbar Sumurrejo Bersholawat

2 Agustus 2022 - 19:04 WIB

Nguri-uri Budaya Jawi, KKN MMK UIN Walisongo Menyaksikan Reog Semarangan

28 Juli 2022 - 05:06 WIB

Makam di Tengah Perumahan

17 Januari 2022 - 03:39 WIB

Maulid Nabi Menurut Mbah Sholeh Darat

8 November 2021 - 05:16 WIB

Mengkhusyu’i Tapak Hijrah Kanjeng Nabi

11 Agustus 2021 - 00:53 WIB

Islam Nusantara: Kritik Diri (3)

28 Juli 2021 - 17:57 WIB

Trending di Klenik