Menu

Mode Gelap
 

milsafat WIB ·

DARI TEOLOGI MENUJU TEOANTROPOLOGI, Pemikiran Teologi Pembebasan Asghar Ali Engineer


					DARI TEOLOGI MENUJU TEOANTROPOLOGI, Pemikiran Teologi Pembebasan Asghar Ali Engineer Perbesar

Nama : Muhammad Ahsin Adaby

NIM : 1804016090 Tugas : UTS

Kelas : AFI C-5 Matkul : PTIM

Dosen : DR. Nasihun Amin, M. Ag

BAB I
IDENTITAS BUKU

Judul Buku : DARI TEOLOGI MENUJU TEOANTROPOLOGI, Pemikiran Teologi Pembebasan Asghar Ali Engineer
Penulis : DR. Nasihun Amin, M. Ag
ISBN : 978-979-1596-65-7
Ukuran : 14 cm x 20 cm
Penerbit : walisongo press
Cetakan : 2009
Tebal : 147 halaman

Tentang Buku
Buku Dari Teologi Menuju Teoantropologi tersebut merupakan buku yang diterbitkan pada tahun 2009, dan buku ini menggunakan bahasa Indonesia. Buku Dari Teologi Menuju Teoantropologi, Pemikiran Teologi Pembebasan Asghar Ali Engineer.
Sekilas buku ini terlihat sangat sederhana yang hanya terdiri dari VI bab dan dalam tiap bab nya sangat sistematis dengan menggunakan metode historis dan deskriptif-analitis dan merujuk pada karya ilmiah.
Buku ini memaparkan bagaimana dari kegelesiahan intelektual mengapa kok teologi yang merupakan bagian dari agama tidak mampu berbuat apa-apa menghadapi berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Adakah yang sesuatu yang salah dengan bangunan teologi yang sudah ada sehingga perlu diadakan upaya dekonstruksi-rekonstruksi. Di dalam buku ini membahas konsep-konsep teologi, analisis sosial, dan paradigm-paradigma lama dan baru.
Buku ini membahas konsep Teologi tentang ilmu secara praksis dan secara langsung meletakkannya di dalam konteks modern oleh penulis. Sementara itu, karakteristik teologi Asghar Ali Enginer dan konsep-konsep kunci seperti tauhid-syirk, mukmin-kafir, adil dan jihad.
BAB II
ISI BUKU

PENDAHULUAN
Mengapa ditulis?
Dalam poin ini menunjukan tujuan dana rah kepenulisan buku ini serta kegelisahan penulis paradigma te0l0gi yang bersifat melangit tanpa adanya kegiatan yang praksis untuk bersaing dalam k0nsistensi dunia. Dalam sebuah kutipan dalam bagian ini yaitu teologi mampu mendasari seluruh bangunan pemahaman yang lainnya. Ia menjadi unsur yang sangat menentukan apakah agama menjadi fungsional ataukah tidak. Dari sini bisa dipahami bahwa teologi tidak lebih adalah tafsiran atau refleksi terhadap ajaran tentang tuhan dan akibat-akibat yang dikaitkan dengan masyarakat. Ia selalu saja merupakan refleksi iman dalam konteks tradisi. meniscayakan untuk tidak memahami teologi semata-mata secara spekulatif tetapi juga harus menjadikannya sebagai sebuah kajian yang reflektif sosiologis.
Struktur Logis Isi Buku
Buku ini mengutip menggunakan karya-karya yang ilmiah dan karya asgar dengan menggunakan metode historis dan deskriptif-analitis. Tulisan yang secara reflektif, menggunakan kaidah deduktif dan induktifdan juga menjelaskan sedikit overview dari setiap sub bab.

KERANGKA PARADIGMATIK TEOLOGI ISLAM
Kemandulan Teologi dalam Merespon Persoalan
Teologi sebenarnya bermula dari niat tulus umat Islam untuk mempertahankan keimanan dari serangan wakil-wakil sekte dan budaya lama. Dalam bab ini banyak peperangan teologi serta idi0l0gi antara mutazilah, asyariyah dll. Namun peperangan disini merujuk pada eksistensi paham-paham serta d0ktrin untuk menjawab perkembangan zaman.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kenyataan kehidupan masa kini, terutama iptek dan akibat-akibat yang di timbulkannya merupakan tantangan yang harus di hadapai oleh para teolog. Ini tidak berarti bahwa kaum muslimin harus anti iptek, melainkan bahwa perumusan teologi yang telah dibuat orang selama ini ternyata sudah tidak lagi efektif untuk membekali dalam masa iptek dan infomasi. Ini juga tidak berarti bahwa orang-orang terdahulu telah berbuat kesalahan dalam penyusunan ilmu ini. Mereka bisa jadi telah berhasil menghadapi tantangan zaman mereka, namun untuk tantangan masa kini senjata mereka tidak lagi berdaya guna.

Teologi Pembebasan: Sebuah Contoh Kecil
Dalam konteks inilah maka para teolog kontemporer mengajukan perbaikan sosial sebagai dialektika teori-praxis sebagai agenda. Hal ini terlihat dari perumusan mereka mengenai pembebasan. Leonardo Boff, misalnya, memahami bahwa pembebasan adalah proses menuju kemerdekaan, baik merdeka dari segala bentuk sistem yang menindas maupun bentuk pembebasan untuk realisasi pribadi manusia yang memungkinkan manusia untuk menentukan dirinya sendiri, tujuan-tujuan hidup, politis, ekonomi dan kulturnya
Tujuan Te0l0gi pembebasan adalah untuk membangun masyarakat tauhid yang tidak melangit melainkan ketatanan praksis. Agar dapat membangun masyarakat seperti itu dan untuk menjaga dari penindasan, dunia Islam harus mandiri secara penuh. Tetapi yang terjadi adalah, sekarang segala sesuatunya berputar pada penguasa dan kaum Muslim tidak memperalati diri mereka dengan pengetahuan keilmuan umum yang memadai dan memberikannya kepada orang lain, sehingga orang-orang Muslim menjadi semakin bergantung pada orang non-muslim.
Dalam buku ini ditulis beberapa masalah penting yang harus diperhatikandalam Te0l0gi Pembebasan: pembebasan bukan saja refleksi dalam iman yang muncul dari tindakan untuk diri sendiri melainkan merupakan proses yang total, utuh dan menyeluruh dalam setiap segi kehidupan manusia, yang menyatakan aksi penyelamatan Tuhan dalam sejarah, pertama, pembebasan dari penindasan sosial, ekonomi dan politik, kedua, pembebasan dari sistem non-person artinya bahwa manusia harus dilihat sebagai entitas kesadaran bagi nasibnya sendiri; ketiga, pembebasan dari dosa, akar dari segala penindasan. Dari sini teologi pembebasan bisa dipahami bahwa ia dengan sendirinya bukan lahir dari adanya pemikiran reflektif para teolog sendiri melainkan dari hasil sebuah sentakan realitas masyarakat dan sekaligus merupakan jawaban terhadap masalah kemasyarakatan yang ada.
Beberapa Paradigma Teologi
Paradigma Tradisional pemikiran dan kecenderungan untuk menerima keadaan apa adanya, menjadikan mereka lebih banyak bersandar dan berdasar pada konsep kelemahan manusia dan bergantung sepenuhnya kepada takdir tanpa disertai sikap kritis.
Paradigma Rasional dalam kaitanya dengan Teologi Islam, landasannya adalah keyakinan bahwa pada dasarnya Islam itu bersifat rasional. Sehingga rasionalitas pun menjadi entitas paling akhir dan paling menentukan untuk kebenaran sebuah proposisi Islam. Karena itu yang membuat paradigma rasional menjadi betul-betul rasional adalah karena dalam paradigma ini termuat sifat kritis dengan penghargaan yang besar pada peran akal.
Paradigma Fundamental ini menyerukan kembali kepada alQuran secara konseKuen dan memperkokoh persatuan umat dalam satu kepemimpinan tunggal dan menentang segala yang berbau non-Islam.
Paradigm normative tekanannya bukan mengusahakan transformasi masyarakat ke arah kemodernan saja, tetapi mentransformasikan strukturstruktur masyarakat yang menindas, ke arah struktur yang lebih fungsional dan humanis, untuk realisasi martabat manusia.

ASGHAR ALI ENGINEER DAN LATAR BELAKANG SOSIALNYA
Asghar Ali Enginer lahir pada 10 Maret 1940 di Kalkuta, India, dari pasangan Syaikh Qurban Husain dan Maryam. Ia adalah seorang insiyur sipil. Berbeda dengan para pemikir kontemporer lain yang sebagian besar mendapatkan pendidikan di luar negeri, pendidikan formalnya ditempuh di India. Setelah menamatkan pendidikan dasar dan menengah, ia melanjutkan pendidikan tinggi dalam disiplin ilmu teknik di universitas Vikram, India. Pendidikan tingginya dimulai pada tahun 1956. enam tahun kemudian, 1962, ia berhasil menyelesaikan dan mengondol gelar sarjana teknik sipil (B.Sc. Eng.) selepas dari pendidikan tinggi, ia menggeluti profesi sebagai insinyur sipil dalam waktu yang cukup lama sebelum akhirnya dengan sangat serius melakukan penulisan tentang berbagai aspek dalam Islam.
karya dan keterlibatan pada berbagai kelompok-kelompok ilmiah, karya-karya ilmiahnya telah mencapai jumlah yang cukup banyak dan tersebar di berbagai kawasan akademis. Terbukti beberapa karnyanya diterbitkan di Amerika, seperti The Islamic State, di London, seperti Women Right in Islam, di Malaysia, seperti The 0rigin and Development of Islam, dan sebagainya.
Perp0litikan di india pada awalnya dikuai inggris, dan pada tahun 1947 resmi menjadi negara republic yang menjunjung tinggi nilai2 dan k0nstitusi. Negara yang pluralis dimana banyak agama yang dianut 0leh masyarakatnya. Fenomena lain yang sangat mencolok adalah kondisi sosial masyarakat India. Laporan statistik menyebutkan bahwa dari seluruh penduduk India hanya ada sekitar 13 juta dapat dimasukkan ke dalam kelompok orang kaya, 80 juta dalam kondisi hidup layak, 297 juta berada pada garis kemiskinan dan 300 juta berada di bawah garis kemiskinan.
Masyarakat India adalah masyarakat patriarkis yang sangat ditentukan oleh struktur kekuasaan atau kekuatan kelelakian yang selalu dihubungkan dengan term superioritas dan inferioritas.
Menggunakan met0de hermenetika sigmun bauman dan derida, menggunakan te0ri-te0ri karl marx dan madhab frankfrurt.
TEOLOGI PEMBEBASAN ISLAM: ALTERNATIF KEBUNTUAN TEOLOGI
Sebagai rumusan pemikiran manusia, Teologi Islam harus dinamis dan kreatif. Manusia, berbeda dengan Iqbal yang menyebut sebagai co-creator, bagi Asghar, adalah kolaborator Tuhan dalam proses aktivitas kreatif. Karenanya Teologi Islam sebenarnya, sebagaimana dinyatakan al-Qur’an sendiri, tidak mengenal konsep campur tangan Tuhan yang sewenangwenang. Peryataan al-Qur’an dalam hal ini sangat jelas “kamu tidak akan pernah menemukan perubahan apapun pada sunnah Allah.” Bahkan pahala dan sikasa Tuhan bukan atas dasar tindakan atau kehendak tuhan yang sewenang-wenang. Al-Qur’an menyatakan “Tidak ada sesuatu pun bagi manusia kecuali yang diupayakannya.
Menurut Asghar, adalah bertahannya dogma-dogma teologis abad pertengahan yang puas diri dengan isu-isu metafisis dan spekulatif yang absurd dan kosong, melupakan kepentingan rakyat dan akrab dengan elite kekuasaan. Dogma-dogma teologis inilah yang telah memberi legalitas kekuasaan yang menindas selama ini, baik yang datang dari dunia Islam internal maupun eksternal. Dari sini dapat dilihat kemalasan untuk mengespresikan diri muncul dari dalam internal manusia yaitu te0l0gi.
Belajar dari teologi-teologi revolusioner, baik dalam ide maupun aktivitas, yang pernah ada dalam sejarah Islam. Dari Mu’tazilah, lepas dari adanya kolaborasi mereka dengan rezim penguasa, bisa diambil pokok-pokok pikiran kebebasannya;
Melakukan interpretasi kembali kepada ayat-ayat yang menurutnya selama ini agak diselewengkan oleh ulama yang pro kemapanan. Penafsiran ini harus dilakukan dalam sinaran sosialhistoris, sekalipun formulasi al-Qur’an lebih bersifat teologis.
Dalam konteks Teologi Pembebasan Islam, Ashgar mengajukan berbagai rumusan ulang terhadap konsep-konsep yang telah mapan. Beberapa konsep kunci tersebut adalah;
Tauhid-syirik
Tauhid dapat disimpulkan sebagai interpertasi dari kasatuan manusia dalam suatu hal. Masyatidak membenarkan diskriminasi dalam bentuk apapun.
Kesatuan tuhan mengharuskan manusia untuk sempurna. Dengan membentuk masyarakat tanpa kelas s0sial yang mempunyai visi tentang keadilan Terhadap Tauhid, dalam pengertian teologis, masyarakat arab waktu itu sebetulnya tidak berkeberatan untuk menerima. Yang merisaukan adalah justru implikasi-implikasi sosial ekonomi, seperti di atas, dari ajaran tersebut. Ashgar, merujuk pada Imam Raghib al-Ashfani, mendifinisikan Rubbubiyah, salah satu jenis tauhid dan oleh karenanya Tuhan disebut Rabb al ‘alamin, sebagai pengambilan sesuatu mulai tahap-tahap pertumbuhan yang berbeda hingga mencapai tahap kesempurnaan. Syarīk dan andād merupakan dua konsep yang secara akan menggiring munculnya dualisme kekuasaan, kekuatan, kecintaan, dan sebgainya. Pada gilirannya dualisme ini akan memunculkan struktur sosial yang terpecah. Satu pihak menguasai pihak lain. Akibatnya terjadilah eksploitasi dan penindasam. Ada yang lebih dicintai, bisa berupa harta yang mengakibatkan adanya penumpukan kekayaan pada segelintir orang, bisa berupa kekuasaan sehingga terjadi hegemoni politik dan sebagainya, ketimbang sesama manuisa.
Iman-kufr
Selain tauhid, sebagai pusat Teologi Islam, apapun rumusan teologisnya, konsep lain yang patut mendapat perhatian adalah tentang iman sebab pembicaraan teologis meniscayakan pembicaraan tentang iman. iman dipahami hanya sebatas sikap percaya kepada Allah. Dalam penilaian Asghar pemahaman seperti ini tidaklah keliru. Tetapi pemahamn demikian dianggap terlalu formalistik sehingga tidak menyentuh essensi dan aspek terpenting keimanan. Ia dengan cerdas membuktikan bagaimana tidak fungsionalnya iman karena semata-mata dipahami terlalu rasionalistik-spekulatif.
iman dipahami hanya sebatas sikap percaya kepada Allah. Dalam penilaian Asghar pemahaman seperti ini tidaklah keliru. Tetapi pemahamn demikian dianggap terlalu formalistik sehingga tidak menyentuh essensi dan aspek terpenting keimanan. Ia dengan cerdas membuktikan bagaimana tidak fungsionalnya iman karena semata-mata dipahami terlalu rasionalistik-spekulatif.
iman merupakan suatu yang sentral dalam pemikiran apapun, kalau sistem pemikiran itu ingin menjadi sistem pemikiran yang bermakna. Tanpa iman, ia akan tinggal sebagai pendapat yang kosong.
Penelusuran terhadap sejarah dan adanya teks-teks alQur’an yang seperti itu, mengantarkan Asghar pada kesimpulan bahwa kufr adalah perilaku tidak percaya dan menutupi misis revolusioner Muhammad. Dengan demikian, kita melihat bahwa perintah al-Qur’an menentang pemusatan kekayaan yang mengakibatkan ketidakseimbangan struktur sosial, yang penuh dengan ketegangan dan konflik. Sistem ini juga membuat orang-orang kaya lupa akan dorongan moral dan spiritual yang merupakan esensi bagi pertumbuhan masyarakat yang kreatif. Akibat kekayaan yang berlebihan akan menggiring ke konsumerisme belaka seudah jelas bagi siapapun yang melihatnya. Kondisi demikian akan membawa kepada apa yang diistilahkan dengan kesibukan yang tiada henti-hentinya (rat race). Implikasi lebih jauh yang muncul secara mengalienasikan mausia dari manusia, merusak secara serius hubungan kemanusiaan dan moral masyarakat.
Adil
Dalam alquran keunggulan itu merupakan mengaggungkan alquran.
Te0l0gi islam lebih merujuk pada keadilan dalam pengaplikasian didunia nyata.
Manusia didini bukan kehendak dan ketentuan Allah disini manusia juga sebagai esensi yang bermanifestasi dalam d0ktrin tauhid dan iman.
Dalam masa sekaran masalah ek0n0mi yang sangat ditekankan 0leh asgar. Yang bebas dari ekspl0itasi dalam segala bentuk pr0duksi dan perdagangan. Hal ini juga dibarengi 0leh dengan m0ral dan spiritualisme.
Dengan ek0n0mi semacam ini diharapkan menjadi harm0nis dalam pr0duksi maupun distribusi. Disini dalam pr0ses ekspl0itasi buruh harus ditekan dengan seminimal mungkin.
Dari sini dapat dilihat bahwa basis perek0n0mian islam terletak pada keadilan serta kebijakan.
Sementara dalam perp0litikan sgar sangat menekankan pada kata ummah yang sangat menyatukan beberapa suku didataran arab dengan dasar piagam Madinah.
Jihad
Jihad disini dipahami sebagai lascar ynag ikut perang. Padahal dalam artian ini berarti bersungguh-sungguh dalam tenaga maupun kekayaan. Pertama, konsep dan ide tersebut berasal selama perlawanan kekuatankekuatan jahat, perjuangan untuk kebenaran. Kedua, jihad membentuk satu cara untuk emansipasi kelompok-kelompok tertindas. Ketiga, tujuan yang ingin dicapai adalah memapankan persamaan tatanan sosial. Oleh karena itu, dalam pandangan Asghar, jihad tidak dibenarkan untuk menyebarkan Islam secara paksa, atau untuk menjajah dan memperbudak orang lain. Apalagi dengan menjarah dan merusak kota.
TEOANTROPOLOGI: RESTRUKTURISASI PARADIGMATIK
Asghar jelas sekali tidak memisahkan antara teologi dan analisis sosial, bahkan mencocokkannya dalam daur dialektis; dari “kritik ideologis” terhadap tatanan masyarakat yang represif. Ke “kritik tafsir” terhadap teologi yang mengalami kebekuan dan mandul, kemudian mencari “tafsir alternatif” dan mewujudkannya dalam “tindakan sosial” sebagai praksis sosiologis. Yang menarik, untuk mencari “tafsir alternatif” ia mencoba memanfaatkan sekaligus mensintesakan berbagai analisis sosial dan tafsir alQur’an atas realitas keagamaan dewasa ini, yang diantaranya telah disumbangkan oleh kalangan modernis, hanya orientasinya yang kemudian dibelokkan kearah transformasi masyarakat. Sayangnya, “tafsir alternatif” yang diajukannya terkesan ada penggiringan dan pemaksaan pengertian atau melegitimasi idealismenya.
Sebagaimana diuraikan pada bagian depan, Asghar melihat teologi menjadi tidak berarti jika tidak berakar pada situasi tertentu dan transendentalitasnya. Pendasaran kepada situasi tertentu meniscayakan persyaratan kesadaran sejarah. Sedangkan transedentalitas mengharuskan adanya pemahaman filosofis terhadapnya. Ketika transendensi dipahami oleh pemikiran manusia, sesungguhnya ia meninggalkan tanda-tandanya. Transendensi yang dipahami itu menjadi suatu realitas. Pikiran bukan merupakan suatu yang formal dan abstrak, melainkan berkaitan dengan bebrapa pengalaman dan analisis data yang konkret. Karena transendensi merupakan suatu realitas yang dapat diketahui dan karena pikiran merupakan suatu kemampuan untuk mengetahui. Maka tidak ada peluang bagi sebuah paham untuk menjadi absolut. Itulah sebabnya mengapa transendensi merupakan basis. Semua keraguan metodik, penolakan pengetahuan masa lampau, batas-batas berbagai rumusan terdahulu dan sebagainya diperbolehkan dalam upaya untuk melewati semangat zaman, bahsa kerangka dan citra diri suatu periode sejarah. Ia juga merupakan kebutuhan bagi kehidupan praktis dalam situasi-situasi yang ada.
konsep tentang Tuhan yang hidup dengan sendiri-Nya dan tidak bergantung terhadap segala sesuatu perlu diluruskan kembali. Dapatkah pembebasan, perubahan, kemajuan, keadilan berlangsung dengan suatu konsep yang hampa seperti itu tanpa adanya transisi dari Tuhan ke bumi. Untuk itulah Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia. Ini artinya bahwa Tuhan telah memberikan mandat kepada manusia. Tuhan tidak lagi mengintervensi manusia. Itu meniscayakan adanya kehendak bebas manusia daripada predestinasi (takdir). Oleh karena itu, percaya kepada Tuhan berarti melakukan berbagai tingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan, manifestasikan nilai ketuhanan dalam hidup manusia. Teologi Pembebasan Islam tidak mencari Tuhan dalam keterbatasan kekuatan manusia atau kegagalannya, tapi pada initi manusia dalam kreativitas, perjuangan dan kematangannya. Jadi Teologi Pembebasan Islam tidak lagi memusatkan perhatiannya kepada Tuhan melainkan kepada manusia sebagai representasi Tuhan. Manusia adalah wakil Tuhan di muka bumi, yang memenuhi kehendak-Nya dan melaksanakan wahyu sebagai sebuah struktur dunia yang ideal.
Pengalihan orientasi dari Tuha ke manusia, mengharuskan perubahan orientasi pula dari akherat ke dunia. Dalam hal ini, secara jelas Asghar menegaskan bahwa Teologi Pembebasan Islam yang primer adalah concern terhadap persoalan realitas dunia baru disusul kehidupan akherat. Akherat merupakan konsep tanpa ruang dan waktu. Sedangkan dunia adalah konsep sarat ruang dan waktu. Selama ini dalam Teologi Islam, Tuhan dan akherat, negeri keabadian, merupakan pokok pembahasan. Tuhan abadi, tak terbatas dalam waktu, tidak berpermulaan dan berkesudahan. Perubahan dari akherat ke dunia, dari keabadian ke waktu, meniscayakan pula perubahan dari eskatologi ke futurology. Sebenarnya antara eskatologi dan futurology mempunyai kaitan yang amat erat, bahkan tak bisa dipisahkan, hanya keduanya berbeda orientasi.
Salah satu aspek dari keterbelakangan pada tingkat budaya massa dan sistem kepercayaan adalah masih bercokolnya dengan kuat keyakinan predetermenistik. Keadaan itu dengan sangat baik dimanfaatkan rezim-rezim otokratis untuk mempertahankan dan menundukkan kehendakrakyat dan mencegah mereka melakukan prakasa.
Tataran Praktis Mengingat Teologi Pembebasan Islam yang ditawarkan oleh Asghar, secara epistimologis, tidak semata-mata trasendentalspekulatif dengan pusat kajian tentang tuhan dan konsep abstraknya, tetapi juga, bahkan lebih, reflektif sosiologis dengan sentral kajian manusia dan realitas empirisnya, maka analisis pun harus di degradas dari “tingkat tuhan” menjadi “tingkat manusia”.
Teologi Pembebasan Islam, jika hendak semakin mewujudkan idealnya itu diperlukan suatu, meminjam istilah Bambang I. Sugiharto, “lingkaran hermeneutika kritis”. Lingkaran hermeneutika kritis yang dimaksud adalah penafsiran kritis timbal balik: struktur sosial perlu dikritik oleh teologi, dan sebaliknya teologi perlu dikritik oleh struktur sosial juga. Hanya melalui “lingkaran hermeneutic kritis” inilah, penulis rasa teologi menjadi efektif dalam mentransformasikan sejarah peradaban manusia. Dalam lintasan sejarah “lingkaran hermeneutika kritis” sebenarnya telah pernah diwujudkan. Kenyataan bahwa peradaban-peradaban besar, arus besar teologi sendiri bukan merupakan suatu sistem nilai yang demikian ketat, dan kaku (kendati tentu ada pula unsurunsur dasarnya yang tetap). Sebaliknya, sejarah menujukkan kemampuan adaptasi dan transformasi yang canggih dari dalam menghadapi tantangan zaman. Niali dari agama itu diuji memang melalui interaksi kritis timbal balik antara cognitive framework sistemsitem keagamaan itu dan cognitive frmework setiap zaman.

 

BAB III
KESIMPULAN

Dalam buku DARI TEOLOGI MENUJU TEOANTROPOLOGI, Pemikiran Teologi Pembebasan Asghar Ali Engineer belum bergerak jauh. Argumen-argumennya untuk gagasan “te0l0gi pembebsan” baru muncul di beberapa artikel yang ia tulis untuk jurnal-jurnal Islam maupun sebagai bab dari buku-buku tentang te0l0gi dan s0si0lgis.
Buku ini dianggap memberikan sebuah landasan awal untuk upaya-upaya tersebut. Terdapat dua hal yang terpenting dalam buku ini, pertama, upaya kerasnya untuk menunjukkan bahwa ilmu-ilmu kemanusiaan, yang saat ini Dunia Muslim hanya menjadi n0mer duakan semata-mata adalah wilayah teramat penting. Karena sangat pentingnya hingga menggeluti s0si0l0gis mutakhir tak kurang merupakan tugas Keagamaan Muslim. Kedua adalah penjelasan untuk yang pertama: fungsi kemanusiaan bukan hanya dalam hal praktisnya, dalam membangun Dunia Muslim yang sebagian besarnya masih amat sangat terbelakang, melainkan juga dalam perannya membawa sang ilmuwan kepada Penciptanya.

Komentar :
Buku ini memiliki kelebihan diantara nya adalah bahasa yang digunakan dalam buku ini mudah untuk dimengerti. Dalam buku ini tidak hanya menyajikan teori-teorinya saja tetapi juga sebagian besar memeparkan teori-teori revolusioner berfungsi untuk merekontruksi doktrin lama yang ada dalam buku tersebut. Selain itu pada setiap bab nya terdapat kesimpulan yang kemudian disertai pendapat dari sang pengarang sehingga kita dapat lebih memahami buku ini. Hanya saja karena buku ini adalah buku terjemahan ada beberapa kata yang sulit untuk dipahami oleh pembaca.

Bisa juga dibaca versi docx:

Review buku_Muhammad Ahsin Adaby_1804016090

Artikel ini telah dibaca 30 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Memaknai Kayon

23 Februari 2022 - 07:03 WIB

Penyempitan & Perluasan Intepretasi Agama

29 Mei 2021 - 06:11 WIB

Kalimat adalah Penghantar, Laku adalah Kunci

27 Oktober 2020 - 21:34 WIB

Ibnu Arabi di Jawa

19 Oktober 2020 - 08:06 WIB

Ngilmu Rasa (II)

23 September 2020 - 19:00 WIB

Tradisi Ilmu di Jawa

22 September 2020 - 18:04 WIB

Trending di milsafat