Belajar Menghargai Karya Orang Lain
Terkait dengan Plagiarisme atau plagiat sepertinya tak ada habisnya. Seakan menjadi kebiasaan yang terbiasa. Baru kemarin berdiskusi dengan tema Kode etik Jurnalistik dengan Serat.id yang dibimbing dari Aliansi Jurnalis Independen Semarang atau biasa disingkat AJI.
Mengenai plagiat atau sampai hal melanggar hak cipta seseorang kalau boleh disebut sebuah kejahatan tak salah. Pasalnya plagiat adalah suatu perbuatan menjiplak ide, gagasan atau karya orang lain yang selanjutnya diakui sebagai karya sendiri atau menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya sehingga menimbulkan asumsi yang salah atau keliru mengenai asal muasal dari suatu ide, gagasan atau karya.
Tetapi ada lain kasus salah seorang penulis katakanlah, dengan mengaku penyair amatir yang gelisah ketika tulisannya dicuplik atau dikutip tanpa mencantumkan nama penulisnya. Menurut dia seperti mau mengucap kalimat toyyibah. Namun terkadang hal seperti ini menurut pengutip yang ga ada akhlak ketika ditegur malah membalas, “paling kaya gitu”, yaelah pengen banget dikenal” dan segala ucapan dan balasan lainnya.
Sebenarnya dalam hal ini bukan pada ingin sebegitu ingin dikenal atau dengan narasi lainnya namun, seberapa bisa mengapresiasi karya orang lain. Begitu cara paling sederhana. Dari urusan yang sederhana saja tak bisa bagaimana mau menghormati sebuah karya lainnya?
Bagaimana cara menghargai diri sendiri ketika mempunyai karya entah baik, besar, kecil, monumental memang tak sebegitu penting tapi punya keterikatan dengan karya yang dibuat. Dari sini menjadi pelajaran sebelum ingin dihargai, dihormati belajarlah untuk menghargai dan menghormati?
Sudut pandang lain ketika karya kita atau sebuah karya disebar tanpa melabelkan nama pengarangnya adalah sebuah hal yang pada dasarnya yang mengutip adalah tanda bahwa merasa bangga akan karya yang dikutipnya sehingga seakan karya yang dianggap menarik dan sesuai dengan situasi hati yang digambarkan namun saking senangnya dengan karya orang lain sampai lupa melabelkan nama pengarangnya. Wkwk. Nah ini. Boleh dibilang sebuah karya ketika diplagiat menandakan karya tersebut adalah karya yang bagus. Khusnudzon saja. Loh sampai segitunya ingin memiliki wkwk.
Pada dasarnya urusan melanggar hak cipta, mengutip tanpa melabelkan nama pengarang dan hal yang melanggar lainnya adalah tahapan hukum. Nah diatas hukum ada yang namanya akhlak. Maka dari itu mari merefleksi diri untuk membenarkan akhlak? Caranya? Ya minimal dengan membenarkan niat dan menghargai hukum hukum yang ditetapkan, jika urusan hak cipta dlsb. Maka dari itu mari belajar akan hal tersebut dengan benar, kode etik kepenulisan.
Sejatinya orang mengutip karya orang tentunya yang terpelajar dan mestinya seorang pembaca yang lahap akan buku buku. Hal ini saya jadi teringat akan sebuah kutipan yang dapat menjadi pegangan dalam setiap laku. “Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan” Pramoedya Ananta Toer atau saya biasa menyebut dengan Mbah Pram atau king Pram, heuheu..