Menu

Mode Gelap
 

Talks WIB ·

Belajar Menjadi Jawa


					Belajar Menjadi Jawa Perbesar

Belajar Menjadi Jawa

Belajar bahasa jawa, bukan persoalan menguasai tata-bahasa dan kemampuan mengingat fotografi aksara hanacaraka. Kalau gak diikuti dengan laku hidup prihatin, prasaja, apa adanya, jujur, dan rela menanam diri ke dalam tanah, berbahasajawa akan sulit diamalkan sekalipun oleh orang yang lahir sebagai suku-bangsa jawa, kecil-besar di jawa, dan beranak-nikah di jawa.

Sekalipun berhasil berbahasajawa, kalo gak dibarengi sama laku-laku prihatin itu tadi, bahasa itu hanya akan nampak sebagai formalitas. Gak memunculkan akhlak. Dan, terlebih lagi, akan payah untuk memahami makna tingkat ketujuh setiap kata-kalimat dalam bahasa jawa, yang biasa disebut makna lungid.

Ada banyak ahli ilmu dari negeri walanda yang fasih berbahasa Jawa dan mahir membaca teks-teks kuno Jawa, tapi mereka hanya sampai di makna kulitmuka saja. Menjadi wajar bila “jangka jayabaya” cuma dimaknai sebagai “ramalan jayabaya”. Padahal, jangka itu bukan ramalan, tapi “bocoran” dari alam langit yang memang begitulah bunyinya -dan pasti terjadi dengan berbagai-macam tafsirnya.

Seturut dengan itu pula belajar nada-irama jawa. Gamelan jawa itu saja dibuat dengan terlebih dahulu si pembuat harus tirakat beberapa puluh hari. Gak makan, gak tidur, gak berhubungan kelamin, gak banyak bicara bahkan sampai menahan untuk bicara selama berhari-hari, dan gak boleh lalai dari Maha Pencipta.

Maka, gamelan itu, sekalipun beberapa elemennya diganti supaya dapat selaras dengan nada-irama musik barat-modern, tetap saja dia mengeluarkan nada-irama keramat, angker, dan ganjil.

Soalnya, sejak dari awal, langkahnya sudah keramat. Kesana-kesananya pun akan mengkeramat pula. Apalagi saat nada-irama itu dipakai untuk membaca al-Quran. Dan, dalam kekeramatan itu, sudah tidak ada lagi benar-salah, kurang-lebih -yang pada dasarnya juga hitungan kira-kira.

Yang kau saksikan dalam kekeramatan, bukanlah Tuhan sebagaimana kau kenal dalam teori-teori, defenisi dan aturan-aturan yang ada di kepalamu, tapi Tuhan sebagaimana “Dia” menampilkan diri-Nya sendiri.

Yaser Muhammad Arafat adalah pengajar Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin di UIN Sunan Kalijaga, ia juga merupakan seorang pelajar Islam Jawa.

Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Angkat Potensi Desa Lewat Srawung Gunung

24 Juli 2022 - 21:22 WIB

Mengenal Kitab Pesantren: Kitab Lathaif At-Thaharah Karya Kiai Sholeh Darat

25 Desember 2021 - 06:54 WIB

Sekolah Tanpa Seragam

18 Desember 2021 - 05:47 WIB

Kiai Bramasari: Epistemologi dan Genealogi

21 November 2021 - 00:37 WIB

Bobot Bibit Matan Syarah

30 Oktober 2021 - 07:39 WIB

Ronggowarsito, Perkawinan Mistik Jawa-Islam, dan Kehidupan Sosial

11 September 2021 - 00:16 WIB

Trending di Talks