Dipertemukan dengan karya Eyang Sapardi Djoko Damono adalah sebuah hal yang beruntung dan berkah. Misal, Hujan Di Bulan Juni, Yang Fana Itu Waktu, sampai Mantra Orang Jawa dan karya lainnya. Mantra Orang Jawa menjadi buku menarik ketika dibaca serta menjadi pemantik untuk menggali sebuah keilmuan Jawa katakanlah.
Meski menurut beliau puisi pada “Mantra Orang Jawa” hanyalah sekedar bait puisi biasa namun puisi tersebut tetaplah menjadi mantra yang mampu menyihir pembacanya.
Jika dalam masyarakat lampau orang percaya akan khasiat mantra Jawa, yang saya tulis kembali ini harap dianggap sebagai puisi yang disesuaikan dengan sejumlah ciri bentuk mantra Jawa.
Namun jika ada yang berniat mengembalikannya pada fungsi semula. Sila saja. Siapa tahu bisa kesampaian juga maksudnya. Menurut beliau yang dituliskan pada sampul buku Mantra Orang Jawa.
Maka tak keliru, apabila mantra atau suwuk, jopha-japhu seringkali jadi bahan inspirasi penulisan puisi. Meski pada awalnya mantra bukan ditujukan sebagai karya sastra. Namun, citarasa eksotisnya memesona banyak penyair, dan menjadi ladang tulisan tersendiri, mantra pun adalah sebentuk puisi, jika dimaksudkan itu sebagai puisi.
Upaya Sapardi Djoko Damono untuk memuisikan salah satu bentuk tradisi kuno bangsa kita, khususnya tradisi lisan orang Jawa, patut dihargai. Dengan kacamata yang disediakan oleh Sapardi, kita bisa melihat sebuah mantra dari sudut pandang yang lain sama sekali. Eksotik, miris, dahsyat bahkan mendirikan bulu kuduk. Dari sini kita bisa mengenal bentuk-bentuk pengucapan orang Jawa dalam hubungannya dengan kekuatan alam.
Sebagaimana mantra, atau puisi yang ditulis saya kira itu adalah boleh disebut sebuat wirid, wirid adalah suatu hal yang diperjuangkan atau buah atau biji atau sebuah kreasi, nah jika dianalogikan puisi adalah wirid sebenarnya tak salah, bait bait dalam puisi jika dilanggengkan atau dilakukan terus menerus menjadi sebuah wirid yang didzikirkan atau dilanggengkan nah yang pada outputnya kita menggapai sesuatu dari usaha awal kita tadi.
Nah boleh jadi seorang pujangga atau penyair dalam menjalani suluk perjalanan menjadi seorang salik(orang yang menjalani laku jalan) dengan puisinya sebagai wirid untuk menggapai ridlo dan kasih dan sayang-Nya.
Sugeng tindak Mbah Sapardi, seorang penyair yang menyimpan guratan warna dan cahaya yang bersih dan indah. Selamat menikmati Swargi Gusti. Alfatihah..